Selasa, 20 Desember 2011

STRES DALAM ORGANISASI

Stres merupakan suatu kondisi dimana seseorang dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (contraints), atau tuntutan (demands), yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannyan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Pemaknaan dari stres yang lain merupakan keadaan yang timbul dari kapasitas tuntutan yang tidak seimbang, baik nyata maupun dirasakan dalam tindakan penyesuaian organ. Stres merupakan kondisi dimana manusia mengalami banyak tuntutan keinginan. Setiap individu pasti akan mengalami dan pasti akan mengalami stres. Hal ini terjadi karena karakter pribadi dan kondisi lingkungan setiap individu. Misalnya saja, karakter individu yang introvert lebih mudah mengalami stress dibandingkan dengan karakter individu yang ekstrovet. Kondisi lingkunangan keluarga yang tidak harmonis juga cenderung membuat individu di dalamnya mudah mengalami stress. Ini merupakan contoh kecil bahwa pada dasarnya stress merupakan kondisi yang tidak dapat dihindari dan pasti akan terjadi pada semua individu. Stres tidak selalu bersifat negatif tetapi juga bersifat positif. Walaupun lazimnya stress diartikan dan dibahas dalam kopnteks negative. Stres ini juga dapat terjadi dalam organisasi, karena individu dalam organisasi tidak menutup kemungkinan terjadi pula dalam individu dalam organisasi. Stres dalam organisasi dapat mengakibatkan banyak hal negatif, antara lain adalah kinerja yang buruk, produktivitas kerja yang rendah, less satisfaction dan tingkat absence yang tinggi. Mengingat banyaknya akses negatif yang timbul dari stress ini maka perlu kiranya organisasi menyikapi stress ini dengan serius dan mencoba mencari solusi terbaik dari kondisi ini. Sehingga stress tidak hanya membuat organisasi tidak produktif, tetapi bangaimana menciptakan dan mengolah stress sehingga individu justru dapat lebih produktif.
Pengertian Stres
Stres pertama kali dikemukan secara ilmiah oleh Dr. Hans Selye, seorang peneliti dari Universitas Montreal dan meletakkan dasar bagi sebagian besar pemikiran dan riset di bidang stres sehingga beliau disebut sebagai The Father of Stress. Riset tentang stres banyak dilakukan pada dekade ini sehingga berbagai definisi tentang stres banyak diajukan oleh banyak ahli. Mengenai hal ini Ivancevich dan Metteson (1980) menyatakan bahwa stres melibatkan interaksi orgnisasi dengan lingkungannya.Dalam kasus kita, maka organisme ini adalah manusia dan lingkungan adalah baik berupa ciri-ciri fisik lingkungan (misalnya panas, kegaduhan, polusi) ataupun organisme-organisme lain dalam lingkungan. Selanjutnya Gibson (1996:339) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantai oleh perbedaan-perbedaan individu dan/atau proses psikologis, yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Robbins (1996: 222) mendifinisikan bahwa stres merupakan kondisi dinamis dimana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting. Berdasarkan uraian definisi di atas maka stres menyangkut keadaan psikogis individu yang diakibatkan sebagai konsekuensi respon individu terhadap lingkungan dan peristiwa yang dialaminya yang berakibat pada fisik dan psikologis individu.
Penyebab dan Sumber Stres
Penyebab stres yang akan kami kemukakan disini lebih banyak menyangkut penyebab stres di dalam organisasi. Secara umum penyebab stres dapat dikelompokkan menjadi (Gibson, 1996: 344-351) a.Stressor Lingkungan Fisik Stressor Lingkungan Fisik sering disebut Stressor Kerah Biru (Blue Collar Stressors) karena mereka lebih merupakan masalah-masalah dalam pekerjaan kasar atau dengan kata lain penyebab dari stres ini berhubungan dengan lingkungan kerja fisik dan umum. b.Stressor Individual Penyebab stres individual adalah konflik peran dan kemenduaan atau ambiguitas peran. Faktor lainnya yang cukup berperan sebagai stressor individual ini adalah beban kerja yang berlebihan dan tidak adanya pengendalian atas suatu situasi. c.Stressor Kelompok Karektiristik kelompok mampu menjadi stressor yang kuat bagi beberapa individu. Hubungan yang jelek dan kepercayaan yang rendah, minat yang rendah dalam menanggapi dan mencoba menghadapi masalah yang dihadapi merupakan faktor penyebab stressor kelompok. d. Stressor Organisasional Penyebab timbulnya stress dalam organisasi antara lain adalah karena tingkat partisipasi anggota organisasi dalam pengambilan keputusan organisasi. Stressor lain adalah struktur organisasi karena stressor ini akan mengakibatkan less satisfaction yang akan berakibat pada kinerja organisasi yang buruk. Dari uraian di atas maka pada dasarnya stres bersumber dari beberapa hal: a.Factors intrinsic to the job (faktor-faktor yang melekat pada pekerjaan) b.Rule in the organization (peranan dalam organisasi) c.Relation within the organization (hubungan-hubungan dalam organisasi) d.Career development (perkembangan karir) e.Organization structure and climate (struktur dan iklim organisasi) f.Organizational interface with outside (hubungan organisasi dengan pihak luar) g.Factors intrinsic to individual (faktor yang berasal dari dalam diri individu) C.Akibat dan Tanda Stres Menurut Cox. T dalam bukunya Stress (Biltimore University Park Press) menyatakan bahwa stress diakibatkan sebagai berikut : a.Subyektif effects Anxiety, agression, apathy, boredom, depression, fatigue, frustation, guilt and shame, irritability, and bad temper, moodines, low self-esteem, threat and tension, nervousness, and loneliness. b.Behavioral effects Accident proneness, drug use, emotional outbrust, excessive eating or loss appetite, excessive drinking and smoking, excitability, impulsive behaviour, impaired speech, nervous laughter, restlessness, and trembling. c.Cognitives effects Inability to make decisions and concetrate, frequent forgetfulness, hypersensitivity to criticism, and mental blocks. d.Physiological effects Increased blood and urine catecholamines and corticosteroids, increased blood glucose levels, increased heart rate and blood pressure, dryness of mouth, sweating, dilations of pupils, difficulty in breathing, hot and cold spells, lump in throat, numbness and tingling in parts of limbs. e.Organizational effects Absenteeism, poor industrial relations and poor productivity, high accident and labour turn over rates, poor organizational climates, antagonism at work, and job dissatisfaction.
Faktor-faktor penyebab stres dalam organisasi
Faktor-faktor organisasional yang menajdi sumber atau mempengaruhi stres adalah sebagai berikut : Role ambiguity and role conflict (kekaburan peran dan konflik peran) Brief, et al (1980) menyatakan bahwa kekaburan peran merupakan kesejangan antara informasi yang dimiliki seseorang dengan yang dibutuhkannnya untuk dapat melaksanakan perannya yang tepat. Karenanya kekaburan peran adalah bersifat pembangkit stress, sebab dia menghalangi individu untuk melakukan tugasnya dan meyebabkan timbulnya perasaan tidak aman dan tidak menentu. Seseorang dapat dikatakan berada dalam kekaburan peran apabila dia menunjukkan ciri-ciri antara lain sebagai berikut : a.Tidak jelas apa tujuan peran yang dimainkkannya b.Tidak jelas kepada sipa ia bertanggung jawab dan siapa yang melapor kepadanya c.Tidak cukup wewenang untuk menjalankan tanggung jawabnya d.Tidak sepenuhnya mengerti apa yang diharapkan dari padanya e.Tidak memahami benar peranan dari pekerjaannya dalam rangka pencapaian tujuan secara keseluruhan. Di pihak lain konflik peran didefinisikan oleh Brief, et al (1980) sebagai ketidakcocokan anatar harapa-harapan yang berkaitan dengan suatu peran. Artinya konflik peran merupakan hasil dari ketidak konsistena harapa-harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu dan sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana terombang-ambing. Adapun ciri-ciri sesornag yang berada dalam konflik dalah sebagai berikut : a.Mengerjakan hal-hal yang tidak perlu b.Terjepit diantara dua atau lebih kepentingan yang berbeda c.Mnegerjakan sesuatu yang ditrerima opleh pihak yang satu tetapi tidak oleh yang lain d.Mnerima petintah yang bertentangan e.Menbgerjakan sesutau atau berhadapan dengan keadaan dimana saluran komansdo dalam organisasi tidak dipatuhi.
Work overload (kelebihan beban kerja)
Kelebihaan beban kerja oleh French and Caplan (1973) dibedakan dalam kuantitatif overload dan kualitatif overload. Manakala para pekerja merasa bahwa terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan serta beragamnya pekerjaan serta tidak cukup waktu yang tersedia waktu untuk menyelesaikan tugas yang dibebabankan maka keadaan ini disebut kelebihan beban kerja kuantitatif atau kuantitatif overload. Dilain pihak kelebihan beban kerja kualitatif atau kaualitatif overload terjadi manakala para pekeraja merasa bahwa mereka kuarang mampu menyelesaikan [pekerajaannya atau merasa, bahwa standaer pekerjaan adalah terlalu tinggi, terlepas darai jumlah waktu yang mereka miliki. Jadi, kelebihan beban kerja baik secara kualitatif maupun kuantitaif nmerupakan sumber stres yang penting, dan perlun diperhatikzan karena dapat ber[engaruhi negatif terhadap prestasi kerja pegawai dan pencapaian tujuan organisasi.
Responsibility for people (tangung jawab atas orang lain)
Di tinjau dari urusannya, maka tanggung jawab dapat dibedakan menjadi tanggung jawab tas ornag dan atas barang (peralatan uang dan sebagainya). Tanggung jawab atas orang ini seringkali dikaitkan dengan kedudukan seseorang sebagi pemim[pin, kepala tau manajer. Oleh karenanya semakin tingggi jabatan sesorang xdalam orghanisasi semakin besar pula tanggung jawab atas oarng. Penelityian tentang tanggung jawab atas orang ini telah dilakukan dan didokumentasikan misalnya oleh Wardell, et al (1964) yang menemukan bahwa tanggung hjawab atas ornag lebih berpeluang mengalami CHD (coronary heart dissease) dibandingakan tanggung jawab atas barang. Masalahnya meningkatnya tangung jawab atas oarng seringkali berarti bahwa seseorang akan memerlukan waktu lebih banyak untuk berinteraksi dengan orng lain, mengikuti rapat-raot, bekerja sendiri, dan sebagainya, amka mebutuhkan waktu untuk menepati deadline dan jadwal. Carier development (perkembangan karir) Ada dua kelompok utama yang merupakan sumber tress yang potensial dibidang ini, tyaitu : a. Kurangnya keamnan kerja, khawatir akan pensiun muda, takut tak terpakai lagi, ketinggalan jaman dan sebgainya b. Ketidak kecocokan status, promosi tyerlalu tinggi atau terlalu rendah, frusatai karena karir sudah mencapai puncak, dan sebaginya. Lack of group cohessiveness (kurangnya kohesi kelompok) Kohesi kelompomk adlah kedekatan diantar anggota dalam suatu kelompok. Untuk individu-individu tertentu, menjadi bagian dari suatu kelompok yang kohesif sanagt penting artinya sehingga banyak usaha yang dialkuakn untuk selalu menciptakan dan memelihara kohesi kelompok itu. Selanjutnya kohesi dalam kelompok dapat berpengaruhi positif atau negatif. Jika sifat kohesi itu tersebut merupakan ciri yang dianggap bernilai , maka ketiadaan kohesif akan mengakibatkan renadhnya semangat, rendahnya mutu penyelesauiana tugas dan sebaginya. Oleh karena itu dalam keadaan rtertentu diaman kohesi kelompok rendah maka hal itu dapat menjadi sumber stres yang potensial bagi pekerja. Inediquite group support (dukungan kelompok yang tidak memadai) Pengaruh dari stimuli stres dalam diri seseorang dapat berklurang jika ornag lain juga ikut berbagi rasa dalam menghadapi stres. Hal ini akan terbukti jika optimisme kakan keberhasilan kelompok cukup besar, para individu salaing mengenal, dan jika Kemungkinan jalan keluar dari stres juga nampak.Jadi dukungan kelompok itu menunjukkan pada keadaan diman terdapat perasaan senasib diantara para anggota kelompom yang mengalami stres. Schacter (1980) mengemukakan bahwa seseorang menmbutuhkan ormag lain untuk menilai reaksi-reaksi emosionalnya, dan ornga lain yang berasda dalam keadaan emosi yang sama akan dapat memberikan informasi tentang reaksi yang tepat atau sebaliknya. Dan bagi orng-orang tertentu jika dukungan kelompok itu rendah maka akan menimbulkan stres, dan sebnaliknya jika dukungan tinggi dapat mengurangi stres. Organizational structure and climates (struktur dan iklim organisasi) Pengaruh dari posisi seseorang dari organisasi menunjukkan bahawa daklam banyak penelitian ditemukan tinggi stres yang tinnggi dilaporakan oelh mereka tyang berada dalam hirarki yang kuarang memiliki ‘suara’ dan terbatas wewenagnya dalam mengendalikan pekerjaannya. Ini merupakan ciri umum daripada manajer tingkat menengha dan rendah, dan para pekrja tingkat operasional. Istilah iklim dalam karakteristik ini merupakan ciri atau karakter dari suatu organisasi, masalah-masalah seperti sedikit atau tiadanya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan, kurangnya rasa memiliki, kurangnya konsultasi yang efektif, komunikasi yang buruk, pembatasn perilaku yang ketat dan sebaginya dalah bagian dari iklim organisasi yang memjilki dampak negarif pada individi pkerejaan dan bersifat stresfull. Organizational teritory (wilayah dalam organisasi) Merupakan istilah untuk menggambarkan ruang atau arena dimana seseorang melakukan aktivitasnya. Arena ini adalah tempat diman seseorang bekerja dan berpikir. Dalam banyak penmelitian melaporkan bahwa ruang kerja dapat menjadi sumber stres bagi pekerja tertentu. Misalanya Frenc dan Caplan (1973) melakukan suatu studi mengenai dampak teritorial organisasi terhadp para insiyur yang bekerja di unit administratif, dan sebaliknya pada administrator yang bekerja di uint teknik dan menyimpulkan bahawa teritorial meru[pakan sumber stres yang cukup kuat. Mereka menemukan bahwa ornag-orang yang bekerja diwilyah yang asaing cenderung stres. Demikian halnya dengan tempat kerja di huni bersanma atau sendiri juga kan menimbulkan dampak berbeda terhadapp perasaan dan pengalamn seseorang. Nimran (1989) melaporkan bahawa temapat kerja yang dihuni bersama berkaitan denagn tinggginya kekaburan peran pegawai. Hal ini disebabkabn karena diadalam temapt kerja yang dihuni bersama selalu ada kemungkinan bahwa kegiatan seseorng terganggu oleh kegiatan oerng kllainh, dan tibulnya interaksi yang tak terhindarkan akan menyita perhatian seseorang dari perannya. Kemudioan, ornag tersebut akan tertimbun oleh sejumlah besar informasi, masalah, dan issue yang pada gilirannya nmembuat dia mengalami kesulitan untuk ememahami sepenuhnya, apa-apa yang diharpkan darinya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kekaburan peran dan merupakn indikator dari stres. Tasks characteristics (Karakteristik tugas) Karaklteristik tugas merupakan faktor organisasi yang lain yang merupakan sumber stres. Karakteristik rugas ini merupakan berebagi atribut yang melekat pada tugas pekerjaan dan dibutuhkan seseorang untuk melkasanakan pekrjaan itu. Dalam dbnanyak penelitian menunjukkan karakteristik tugas seringkali dikaitkan denmgan motivasi dan motivasi ketrja. Namun demikian bebrapa studi ada juga yang mengkaji motivasi, prestasi dan stres secar terintegrasi. Motivasi intrinsik bersumber dari atribut-atribut opekerjaan, seperti keragaman, otonomi, identitas tugas, keberartian tugas, dan umpan balik. Bial kesemua sumber instrinsik ini di pandnag penting oleh pekerja maka hal-hal tersebut dapoat menghasilkan keluaran perilaku positif dan bahkan mengurangi stres. Jadi, sevara tidak langsung jkarakteristik pekerjaan berhubungan dengan stres melalui motivasi dan prestasi. Leadership influence (pengaruh kepemimpinan) Pengaruh pemimpin dapat meberikan damapak tyang sangat berarti terhadap aktivitas kerja, iklim organisasi, dan kelompok. Hubungan antara pengaruh pemimpin dan stres Murphy (1976) melakukan studi yang mengkaji hubungan gaya kepemimpinan dengan stres dalam pekerjaan. Ia menemukan bahwa manakal pekerjaan dilakukan saat pekerja merasa cemas terhadp situasi perkerjaannya, orientasi tugas pemimpin berkorelasi positif dengan prestasi kerja bawahan, dan sebaliknya. Denagn kata lain dalam pekerjaan yang bersifat stresfull para karyawan bekerja lebih baik manakala pemimpinnya mempunyai tanggyuung jawab lebih besar dlam membrikan pengarahan. Dengan demikian pemimpin bisa berperan menjadi penguata atau penegendor stres bawahan dalam mengarahkan karyawannya. Dan bias dikatakan pula kepemimpinan dapat berpengaruh terhadap stres.
Gejala-gejala stres
Stres muncul dalam sejumlah cara. Misalnya, seorang indivisu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat menderiya tekanan darah tinggi, tukak lambung, lekas marah, sulit membuat keputusan rutin, hilang selera makan, rawan kecelakaan dan yang serupa. Semua ini dapat dibagi dalam tiga kategori umum: gejala fisiologis, psikologis, dan perilaku (Robbins, 1999:228-229) Gejala Fisiologis kebanyakan perhatian ini atas stres diarahkan pada gejala fisiologis. Ini terutama karena topik ini diteliti oleh spesialis dalam ilmu kesehatan dan medis. Taupatn antara stres dan gejala fisiologis tertentu tidaklah jelas. Ini dihubungkan dengan kerumitan dari gejala-gejala itu dan kesulitan secara obyektif mengukurnya. Tetapi yang lebih relevan adalah fakta bahwa gejala fisiologis mempunyai relevansi langsung pada perilaku dan sikap. Gejala Psikologis, stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbu;kan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Memang ityulah efek psikologis yang paling sederhana dann paling jelas dari stres itu. Walaupun diperlukan banyak riset untuk memperjelas hubungan itu, bukti mengungkapkan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang memberikan keragamanm, arati penting, iotonomi, umpan balik dan identitas tingkat rendah akan menciptakan stres dan mengurangi kepuasan. Gejala perilaku, gejalan stres dikaitkan dengan perilaku memncakup perubahan dalam produktivitas, absensinya, dan tingakat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.
Bagaimanakah cara mengelola stress dalam organisasi
Langkah paling pertama dalam setiap program untuk mengelola stres agar tetap dalam batas-batas yang dapat diterima adalah pengakuan bahwa masalah tersebut ada. Hendaknya ini diingat bila kita membahas pendekatan individual terhadap organisasional dalam mengelola stres (Robbins, 1996:229-231) Pendekatan individual streategi individu yang terbuksti efektif menyangkut pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan pengenduran (relaksasai) dan perluasan jaringan hubungan sosial. Banyak orang tidak mengelola waktu dengan baik. Jadi suatu pemahaman dan pemanfaatan dari asas-asas pengelolaan waktu dapat membantu individu dalam mengatasi ketegangan yang diciptakan oleh tuntutann pekerjaan. Latihan fisik nonkompetitif seperti erobik, joging, renang, bersepeda merupakan bentuk penanganan tingklat stres yang berlebihan. Individu dapat melatih diri untuk melewati ketegangan melalui teknik pengenduran, seperti meditasi, hipnotis, dan umpan balik. Riset juga menunjukkan selain latihan fisik juga diperlukan hubungan-hubungan sosial, sehingga dukungan sosial tersebut dapat mengurangi kemngkinan bahwa stres kerja yang berat akan mengakibatkan hilangnya semangat kerja. Pendekatan organisasional. Beberapa fakor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, struktur organisasi dikendalikan oleh manajemen. Strategi yang mungkin diinginkan oleh menejemen yakni peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi. Berdasarkan sejumlah riset yang meluas, disimpulan bahwa individu-individu berkinerja dengan lebih baik bila mereka mempunyai tujuan yang spesifik dan menantang serta menerima umpan balik mengenai kemajuan mereka yang tepat ke arah tujuan. Penggunaan tujuan dapat mengurangi stres maupun memberikan motivasi, hal ini mengakibatkan kurangnya frustasi karyawan dan kedwiartian peran. Mendisain ulang pekerjaan untuk emmberi kepada karyawan lebih banyak tanggung jawab maka disain ulang pekerjaan yang tepat perlu juga disertai peningkatan spesialisasi. Individu lebih menyukai struktur dan rutin yang telah didisain ulang yang menyebabkan mengurangi keragaram keterampilan serta tingkat stres. Selanjutnya meningkatkan kominikasi organisasional perlu dipertimbangkan, yang artinya peningkatan keterlibatan karyawan dalam pengambilan keputusan perlu dipertimbangkan oleh manajer. Dan yang terakhir untuk mengelola stres ditawarkan program kesejahteraan yang didukung oleh organisasi. Program ini memfoluskan pada keseluruhan kondisi fisik dan mental karyawan tentu saja organisasi tidak melulu altruistik (mementingkan orang lain) artinya mereka juga mengharapkan adanya hubungan timbal balik antara manajer dan karyawan dalam program kesejahteraan ini. Secara singkat diantara langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mengurangi stres di organisasi adalah sebagai berikut (Nimran, 1999: 100) a. Minta penjelasan atau klarifikasi yang bersifat dualisme yang bertentangan dengan atasan. b. Adanya pengaturan kembali atau restrukturisasi tugas dan peran. c. Bina dan tingkat komunikasi timbal balik yang baik diantara anggota organisasi. d. Adanya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab secara proporsional. e. Perencanaan dan pengembangan sumber daya manusia yang bersifat integral. f. Melakukan pengaturan fasilitas fisik kerja yang memadai sehingga membuat kenyamanan bekerja. g. Melaksanakan program pendidikan dan latihan karyawan. h. Menjamin fleksibilitas dalam orientasi kepemimpinan. REKOMENDASI Berdasarkan analisis dan pembahasan terhadap masalah stres di atas, yang yang bersumber baik dari individu maupun organisasional maka hal yang dapat direkomendasikan dalam menghadapi masalah stres ini adalah: a. Stres bersumber dari diri individu dan organisasi, sehingga masalah stres seharusnya tidak diabaikan oleh organisasi. b. Stres dalam organisasi akan mempengaruhi aktivitas kerja seseorang sehingga harus perlu diperhatikan tentang perilaku pekerja dan prestasinya. c. Stressor merupakan peristiwa diluar (eksternal) yang berpotensi yang terjadi dalam lingkungan fisik dan pada individu, kelompok organisasi sehingga seharusnya hal ini harus diperhatikan oleh individu maupun organisasi. d. Bukti menunjukkan bahwa stres dapat berpengaruh positif atau negatif maka pengelolaan stres dapat diarahkan pada pengaruh yang positif. e. Kinerja yang menawarkan otonomi, umpan balik, dan pendelegasian wewenang dapat menemui tujuan individu serta organisasi maka hal ini dapat mengurangi kondisi stres. REFERENSI Gibson, James L, et al. 1996. Organisasi : Perilaku, Struktur, Proses. Edisi ke-8 jilid I. Jakarta: Binarpa Aksara. Nimran, Umar. 1999. Perilaku Organisasi. Edisi Revisi. Surabaya: PT Citra Media Robbins, P. Stephen. 2001. Perilaku Organisasi. Edisi ke-8. Jakarta: PT Prenhallindo.

Tidak ada komentar: