Kamis, 24 November 2011

Pengantar

World of higher education are required to continuously improve its quality. Through quality education that will tested and prove its existence. STKIP Darul Husna Bima very understanding and aware of it. In the midst of the intensity changes and the dynamics of the current environment, the University has committed to invest in quality of education. Strategic Plan (Strategic Plan) 2011-2016 is a commitment and implementation of quality improvement in signs leadership, relevancy, academic atmosphere, internal management, sustainability and efficiency. Strategic Plan 2011-2016 is the reference standard for the implementation of strategic and STKIP Darul Husna Bima Milky fundamental rules in order to complement other devices, such as the Statute of 2011 or 2011 Organization and Administration of Bima STKIP Darul Husna. Naturally, this Strategic Plan to reference all work units to run the activity. Bima, July 2011 Chairman, Drs. H. M. Ali H. Abdullah, M. Pd

Kamis, 17 November 2011

Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia

Peristiwa-Peristiwa Penting Sekitar Proklamasi Kemerdekaan dan Sambutan Rakyat Indonesia Dalam rangka menarik simpati dan dukungan dari bangsa Indonesia untuk tetap mendukung jepang yang saat itu terdesak oleh sekutu, maka pada tanggal 9 Agustus 1945, Marsekal Terauchi, Panglima Besar tentara jepang di Asia Tenggara memanggil soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat ke Dalat, Vietnam. Ia menyampaikan keputusan pemerintah jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Seharusnya pertemuan ini merupakan moment penting ke arah kemerdekaan tetapi malah menjadi pemicu perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda. Dengan adanya peristiwa pemboman kota Hiroshima pada 8 agustus 1945 dan kota Nagasaki pada 9 agustus 1945 dan disusulnya peristiwa penyerahan jepang kepada sekutu yang meskipun ditutup-tutupi namun terdengar juga oleh pemuda-pemuda melalui siaran radio, hal ini memicu tekad para pemuda untuk segera memproklamasikan kemerdekaan dan pada tanggal 15 Agustus 1945 di ruang belakang gedung Bakteriologi Jalan Pegangsaan Timur no.13, jakarta para pemuda mengadakan pertemuan yang dipimpin oleh Chaerul Saleh. Hasil rapat memutuskan bahwa Proklamasi kemerdekaan Indonesia harus dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri tanpa gangguan bangsa lain sehingga Wikana dan Darwis diutus untuk menyampaikan hasil rapat tadi kepada Ir.Soekarno dan Moh.Hatta tapi hasil rapat tersebut ditolak dengan pertimbangan untuk menghindari bentrok senjata dengan Jepang yang saat itu masih memiliki senjata lengkap dan harus menjaga status quo sebelum pasukan sekutu datamg ke Indonesia. Selain itu Ir.Soekarno dan Moh.Hatta harus membicarakan hal ini dengan anggota PPKI lainnya. Hal ini mengecewakan para pemuda sehingga Syudanco Singgih dan rekan-rekannya dari PETA yang juga didampingi Sukarni dan Yusuf Kunto diutus untuk mengamankan Ir.Soekarno dan Moh.Hatta ke Rengasdengklok dimana didaerah itu dilatarbelakangi oleh laut jawa sehingga jika Jepang menyerang, mereka dapat segera pergi dari laut dan di sekitar daerah itu (Purwakarta, Cilamaya (barat), Kedung Gedeh (selatan), dan Bekasi (timur)) telah bersipa pasukan PETA untuk menjaga segala kemungkinan. Sesampai disana, Soekarno-Hatta tetap tidak bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan sebelum ada surat pernyataan resmi dari Jepang. Namun, setelah mendengar bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu dari Mr.Ahmad Subardjo, maka Soekarno-Hatta bersedia melakukannya. Sekitar pukul 02.00 Soekarno-Hatta tiba dijakarta dan atas usaha Mr.Ahmad Subardjo diperolehlah sebuah tempat untuk merumuskan teks proklamasi yaitu di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda, Wakil Komandan Angkatan Laut Jepang di Jakarta yang terletak di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat dimana tempat ini dianggap paling aman dari ancaman pemerintah militer. Setelah selesai dirumuskan, Soekarno membacakannya dihadapan pemuda yang ada disana dan Moh.Hatta mengusulkan agar semua yang hadir menandatanganinya seperti pada naskah Declaration of Independence namun usul ini ditentang oleh kaum pemuda dan Sukarni mengusulkan agar naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia dan usul ini diterima oleh semua pihak dan kemudian naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik dengan berbagai perbaikan dan kemudian ditandatangani oleh Soekarno-Hatta. Selanjutnya Sukarni mengusulkan agar proklamasi kemerdekaan dilaksanakan di Lapangan Ikada namun usul ini ditolak karena menurut soekarno lokasi tersebut dapat menimbulkan bentrokan antara rakyat dan pihak militer jepang dan beliau mengusulkan agar pelaksanaannya dilaksanakan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No.56 Jakarta dan saran ini diterima oleh semua pihak. Hari itu hari Jumat menjelang pukul 10.00 WIB tokoh-tokoh telah hadir di tempat upacara dan tepat pada pukul 10.00 diadakan Upacara Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang diawali dengan pembacaan teks proklamasi diikuti pengibaran bendera merah putih ( oleh S.Suhud dan Syudanco Latief Hendraningrat ) dan sambutan Wali Kota Jakarta Suwirjo dan Dr.Muwardi. Dengan ini secara de facto berakhirlah penjajahan bangsa Belanda atas Bangsa Indonesia. Para pemuda menggunakan semua alat komunikasi untuk menyebarluaskan proklamasi kemerdekaan Indonesia baik melalui pamflet-pamflet, radio, pengeras suara, pawai mobil, pers, dan surat selebaran. Berita ini beranting disebarluaskan keluar kota Jakarta. Pada 20 Agustus 1945 pemancar radio disegel oleh Jepang namun para pemuda tidak kehilangan akal, mereka merakit pemancar baru dengan kode panggilan DJK 1 dari sinilah berita proklamasi terus disiarkan. selain itu penyebaran berita ke luar pulau jawa juga dilakukan melalui beberapa gubernur yang menjadi anggota dalam sidang PPKI sedangkan pemberitaan ke luar negeri dilakukan melalui kantor berita Domei. Para pemuda yang dulu tergabung dalam Heiho, Peta, dan KNIL bergabung membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) dan melucuti senjata pasukan-pasukan Jepang di berbagai daerah. Berita ini diterima dengan sukacita karena proklamasi ini memiliki arti yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia, dengan proklamasi bangsa Indonesia dihantarkan ke gerbang kemerdekaan yang berarti mencapai kehidupan baru, kehidupan yang bebas tanpa tekanan dan ikatan. II. Pembentukan Badan-Badan Kelengkapan Negara Setelah proklamasi dikumandangkan, esok harinya yaitu 18 Agustus 1945, Ppki mengadakan sidang untuk pertama kalinya yang menjadi kelanjutan sidang BPUPKI pada 10-16 Juli 1945 yang membahas rancangan Undang-Undang Dasar Negara RI. Hasil sidang ini adalah : 1. Menetapkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia; 2. Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs.Moh.Hatta sebagai wakil presiden Republik Indonesia; 3. Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden selama MPR dan DPR belum terbentuk. Pada Minggu, 19 Agustus 1945, PPKI melanjutkan sidangnya yang dipimpin oleh Otto Iskandarnita yang menghasilkan dua keputusan mengenai : 1. Pembagian wilayah yang terdiri atas delapan provinsi beserta calon gubernurnya 2. Pembentukan Komite Nasional Daerah. Rapat PPKI dilanjutkan pada 22 Agustus 1945 yang berlokasi di Gedung Kebaktian Rakyat Jawa. Rapat kali ini diadakan untuk membahas tiga masalah utama yang dipimpin oleh wakil presiden Republik Indonesia serta menghasilkan keputusan sebagai berikut : 1. Komite Nasional Indonesia (KNI) adalah badan yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan Rakyat sebelum pemilihan umum diselenggarakan dan disusun dari tingkat pusat hingga daerah; 2. Partai Nasional Indonesia (PNI) dirancang sebagai partai tunggal RI, namun akhirnya dibatalkan; 3. Badan Keamanan Rakyat (BKR) berfungsi sebagai penjaga keamanan umum bagi masing-masing daerah. Pada 23 Agustus 1945 presiden Soekarno mengumumkan hasil sidang PPKI tersebut tetapi keputusan yang menyangkut ketetapan kedua yaitu PNI sebagai satu-satunya partai politik, tidak jadi diberlakukan. • Komite Nasional Indonesia Setelah membentuk KNI pada 18 Agustus 1945, PPKI kembali membentuk KNIP pada 22 Agustus 1945 yang berpusat di Jakarta. Badan yang diketuai oleh Mr.Kasman Singodimedjo ini diumumkan pada 25 Agustus 1945 dan dilantik pada 29 Agustus 1945. untuk tingkat daerah dibentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) yang berada di seluruh provinsi di Indonesia dan badan ini berkembang sebagai badan legislatif. Pada 16 Oktober 1945 KNI menyelenggarakan sidangnya yang pertama yang menghasilkan : 1. Membentuk Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP) yang beranggota 15 orang; 2. Mengusulkan kepada presiden supaya KNI diberi kekuasaan Legislatif selama MPR/DPR belum terbentuk. Usul Komite Nasional tersebut mendapat sambutan dari pemerintah yang segera mengeluarkan maklumat wakil presiden No.X yang isinya sesuai dengan usulan KNIP. Setelah BPKNIP terbentuk, kegiatan pertama yang dilakukannya adalah mengajukan usulan kepada pemerintah untuk segera membentuk pertai-partai politik. Usul tersebut dilakukan melalui pengumuman BPKNIP No.3 tanggal 30 Oktober 1945 dengan dasar pertimbangan sebagai berikut : 1. BPKNIP menganggap roda pemerintahan telah berputar maka telah tiba saatnya untuk megusahakan pengertian rakyat; 2. Dalam rangka menegakkan asas demokrasi, BPKNIP tidak setuju dengan keputusan PPKI tentang pembentukan hanya satu partai politik. Usul BPKNIP tentang penolakan pembentukan partai politik diterima oleh pemerintah yang kemudian mengeluarkan maklumat pemerintah No.3 pada 30 Oktober 1945 yang isinya : 1. Pemerintah menghendaki adanya partai-partai politik, karena akan membuka jalan bagi semua aliran atau paham yang ada dalam masyarakat. 2. Pemerintah berharap supaya partai-partai politik itu telah tersusun sebelum dilaksanakan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat pada Januari 1946. Segera setelah maklumat politik itu lahir partai-partai politik baru antara lain adalah Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Buruh Indonesia (PBI), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Katolik, Partai Kristen dan Partai Sosialis. • Kabinet Republik Indonesia Pembentukan 12 kementerian dalam kabinet dan pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 provinsi seperti yang diputuskan dalam sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945, direalisasikan pada 2 September 1945. Adapun susunan kabinet pertama Republik Indonesia sebagai berikut: Susunan kabinet pertama Republik Indonesia 1. Menteri Dalam Negeri R.A.A.Wiranatakusumah 2. Menteri Luar Negeri Mr.Ahmad Subardjo 3. Menteri Keuangan Mr.A.A.Maramis 4. Menteri Kehakiman Prof. Dr. Mr. Supomo 5. Menteri Kemakmuran Ir. Surachman Tjokroadisurjo 6. Menteri Keamanan Rakyat Supriyadi 7. Menteri Pengajaran Ki Hajar Dewantara 8. Menteri Penerangan Mr. Amir Syarifudin 9. Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo 10. Menteri Sosial Mr. Iwa Kusuma Sumantri 11. Menteri Pekerjaan Umum Abikusno Tjokrosujoso 12. Menteri Perhubungan ad interim Abikusno Tjokrosujoso 13. Menteri Negara Wachid Hasyim 14. Menteri Negara Mr. R.M.Sartono 15. Menteri Negara Dr. Mr. Amir 16. Menteri Negara Otto Iskandardinata Kabinet tersebut merupakan kabinet presidensil yang bertanggung jawab kepada presiden yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan tugasnya adalah membantu presiden menjalankan roda pemerintahan sesuai dengan amanat UUD 1945. • Pembagian Wilayah Provinsi Menindaklanjuti keputusan PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 tentang pembagian wilayah, maka panitia kecil yang terdiri dari Mr.Ahmad Subardjo, Sutardjo Kartohadikusumo, dan Mr. Kasman Singodomedjo, membentuk departemen dan membagi wilayah Indonesia atas 8 provinsi hasilnya adalah sebagai berikut : Sumatera Teuku Mohammad Hasan Jawa Barat Sutardjo Kartohadikusumo Jawa Tengah R. Pandji Suroso Jawa Timur R.M. Surjo Nusa Tenggara I Gusti Ketut Pudja Maluku Mr.J. Latuharhary Sulawesi Dr. G.S.S.J. Ratulangi Kalimantan Ir. Pangeran Moh. Noor • Pembentukan Badan-Badan Perjuangan Sebagai realisasi keputusan PPKI tanggal 22 Agustus 1945, presiden menganjurkan para pemuda yang dahulunya pernah tergabung dalam anggota Heiho, Peta, Seinendan, Keibodan, dan KNIL untuk segera bergabung dan membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) baik ditingkat pusat maupun daerah. Berikut adalah susunan pengurus BKR pusat : Ketua Umum Kaprawi Ketua I Sutalaksana Ketua II Latief Hendraningrat Anggota Arifin Abdurahman, Mahmud, dan Zulkifi Lubis Pembentukan BKR ternyata tidak semulus yang diduga, banyak tokoh-tokoh pemuda yang telah membentuk laskar-laskar perjuangan sendiri yang lepas dari BKR antara lain adalah Barisan Rakyat Indonesia (BARA), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Barisan Banteng (BB), Hizbullah, Sabilillah, Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS), Pemuda Indonesia Maluku (PIM), Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), dan Pemuda Sosialis Indonesia (pesindo). • Pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Kedatangan NICA mengakibatkan terjadinya beberapa bentrokan senjata. Kondisi seperti ini mendorong pemerintah untuk segera membentuk sebuah tentara nasional agar perjuangan kemerdekaan dapat dikendalikan. Pada 5 Oktober 1945, melalui media massa, radio, dan surat kabar, pemerintah mengeluarkan sebuah maklumat tentang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sehingga TKR menjadi wadah resmi dalam bidang pertahanan militer. Oleh karena itu, seluruh laskar rakyat diwajibkan bergabung dengan TKR. Pada tanggal 6 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan peraturan tentang pengangkatan Supriyadi yang dikenal sebagai pemimpin pemberontakam Peta terhadap pemerintah, sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Tetapi karena sampai batas waktu yang ditentukan Supriyadi tidak diketahui nasibnya sementara keadaan sudah ssemakin gawat sehingga M. Suljoadikusumo ditunjuk sebagai penggantinya sebagaimana diumumkan pemerintah pada 20 Oktober 1945. III. Kondisi Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya pada Awal Kemerdekaan • Kehidupan Politik Dengan diperkenalkannya sistem politik multipartai, tidak dengan sendirinya menciptakan tatanan politik yang demokratis seperti yang diharapkan semula. Sebaliknya yang terjadi adalah meningkatnya perebutan kepentingan golongan dalam partai-partai politik. Pembentukan partai-partai politik yang mulanya dimaksudkan untuk menyalurkan aspirasi rakyat melalui partai politik malah dimanfaatkan oleh politisi sebagai ajang perebutan kursi atau jabatan. Akibatnya adalah sering bergantinya kabinet-kabinet dalam pemerintahan karena dijatuhkan oleh perlemen (KNIP). Selama kurun waktu 1945-1949, di Indonesia tercatat pergantian kabinet ministeril sebanyak 7 kali dengan 4 perdana menteri yang berbeda, yaitu Syahrir (kabinet 1,2, dan 3), Amir Syarifudin (kabinet 4 dan 5), dan Drs. Moh. Hatta (kabinet 6 dan 7). • Kehidupan Ekonomi Pada akhir masa kedudukan Jepang dan awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia mengalami kelumpuhan karena beberapa faktor yang terjadi sebelumnya, diantaranya adalah : a. Pengurasan berbagai kekayaan alam dan hasil bumi oleh pemerintah pendudukan Belanda dan Jepang; b. Tenaga kerja usia produktif dijadikan romusha oleh Jepang; c. Lahan-lahan ditanami tanaman yang sesuai dengan kepentingan Jepang; d. Banyak pertempuran melawan pemerintah pendudukan Jepang; e. Hiper Inflasi akibat peredaran mata uang Jepang yang kosong; f. Pajak-pajak dan bea masuk yang menjadi andalan turun drastis, sementara pengeluaran pemerintah bertambah besar. Belum lagi kedatangan belanda dengan NICA yang membuat keadaan bertambah rumit. Belanda melakukan blokade laut arus keluar masuknya perdagangan RI, yang dimulai pada awal November 1945. adapun alasan pemblokadean ekonomi Indonesia oleh Belanda adalah : a. Barang-barang milik Republik yang dihasilkan dihancurkan dan dibumihanguskan dengantujuan Indonesia mengalami inflasi yang tidak terkendali dan timbul kekacauan sehingga rakyat tidak percaya pada pemerintah; b. Agar rimbul keadaan sosial ekonomi Indonesia yang buruk dan kekurangan bahan-bahan impor yang sangat dibutuhkan; c. Menciptakan kekacauan dalam masyarakat sehingga masyarakat tidak percaya lagi pada pemerintah Indonesia; d. Mencegah masuknya senjata dan perlengkapan militer dari luar negeri ke Indonesia e. Mencegah dikeluarkan dan dijualnya hasil-hasil perkebunan milik Belanda dan milik asing lainnya kepada bangsa asing selain Belanda; f. Melindungi bangsa Indonesia dari tindakan atau perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh bangsa asing lain selain bangsa Belanda. Selain itu, uang yang berlaku di Indonesia sebagai alat transaksi terdiri atas tiga jenis yaitu De Javasche Bank, Uang pemerintah Belanda, dan Uang pemerintah pendudukan Jepang. Untuk mengatasi masalah ini maka pemerintah melakukan beberapa upaya untuk memperbaiki perekonomian Indonesia pada waktu itu dengan : a. Memberlakukan Oeang Republik Indonesia (ORI) untuk mengganti mata uang Jepang sejak Oktober 1946; b. Dalam rangka mengawasi distribusi uang yang beredar, menstabilkan nilai tukar, dan hal-hal yang berkaitan dengan bidang moneter, pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia (BNI '46) pada 1 November 1946; c. Melakukan pinjaman lunak yang dilakukan oleh menteri keuangan Ir. Surachman atas persetujuan Badan Pekerja KNIP (BP-KNIP) sebesar Rp.1.000.000.000,00; d. Membuka perwakilan dagang resmi di Singapura sejak tahun 1947 yang diberi nama Indonesia Office (Indoff); e. Mengadakan hubungan dagang dengan para pengusaha AS yang dirintis oleh badan semi pemerintah yang bernama Banking and Trading Corporation (BTC) dibawah pimpinan Dr. Soemitro Djojohadikusumo Melihat situasi ekonomi nasional yang sulit, pemerintah kemudian menyelenggarakan konferensi ekonomi pada Februari 1946 membahas cara-cara untuk memperbaiki keadaan perekonomian nasional. Adapun pembahasan konferensi difokuskan kepada tiga hal, yaitu : a. Peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan; b.Pembahasan masalah sandang; c. Penataan administrasi perkebunan milik asing. Selain itu dibentuk Badan Pengawasan Makanan Rakyat (BMPR) yang kemudian menjadi Badan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (BPPBM) yang merupakan cikal bakal dari Badan Urusan Logistik (BULOG) sekarang. Disamping itu juga dibentuk Badan Perencanaan Ekonomi dan Planning Board. Perencanaan ekonomi tersebut sesuai dengan program rekontruksi dan rasionalisasi (Rera) angkatan perang 1948. maksudnya, untuk mengurangi beban negara dalam bidang ekonomi dan efisiensi angkatan perang. Program ini tidaka terlaksana karena kondisi politik yang tidak stabil dan terjadinya Agresi Militer Belanda II. • Kehidupan Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya mengalami perubahan dengan berbagai masalah yang dihadapinya. Pada masa kolonial, status warga adalah warga terjajah dan harus tunduk pada politik diskriminasi rasial, ekonomi dan politik. Secara politis dan sosial budaya, kemerdekaan telah berhasil menghapuskan diskriminasi terhadap segenap warga negara. Kemerdekaan yang telah diraih secara politik, tidak dengan sendirinya menjamin warga untuk dapat memperoleh dan menegakkan kemerdekaan, dan bebas dari diskriminasi diri. Di bidang pendidikan, pemerintah membuka berbagai sekolah bagi seluruh lapisan masyarakat, baik sekolah umum maupun pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus dan pelathan. Selain itu pendidikan juga menekankan pada sistem sekolah kerja, aktivitas dan kreativitas, hal ini diterapkan di Perguruan Taman Siswa. Bahasa Indonesia sejak kemerdekaan mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena sejak saat itu bahasa Indonesia telah diresmikan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Perkembangan bahasa Indonesia seiring dengan perkembangan seni sastra Indonesia yang ditandai dengan munculnya para sastrawan terkemuka di tanah air seperti H.B. Jassin, Rosihan Anwar, Chairil Anwar dan Idrus, yang terkabung dalam Angkatan Pujangga Baru dan Angkatan ’45. Persoalan-persoalan zaman dan kemasyarakatan dari suatu kurun waktu tertentu berpengaruh dan amat menentukan pemilihan tema-tema yang diungkapkan para sastrawan. Di bidang seni rupa didirikan wadah bagi para pelukis seperti Pelukis Indonesia (PI) dan Akademis Seni Rupa Indonesia (ASRI). Di bidang perfilman, didirikan Perfini (Perusahaan Film Nasional Indonesia) pimpinan Usmar Ismail dan Persatuan Artis Republik Indonesia (Persani) pimpinan Djamaluddin Malik. Di bidang pers, terutama media surat kabar, berkembang dengan pesat. Surat-surat kabar yang terbit di daerah pendudukan Belanda, setelah Belanda kembali dengan membonceng sekutu, pada umumnya menunjukkan sikap yang Republikan dan anti Belanda. Beberapa surat kabar yang menunjukkan Republikan antara lain Kedaulatan Rakyat, Merdeka dan Hidup. Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai radio resmi pemerintah, telah digunakan oleh penyiarnya sebagai sarana komunikasi untuk memberitakan berbagai aktivitas perjuangan rakyat ke dalam dan ke luar negeri. IV. Upaya Perjuangan Rakyat dan Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia 1. Pertempuran-Pertempuran Mempertahankan Kemerdekaan Dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia melakukan perjuangan bersenjata dan diplomasi. Adapun pertempuran-pertempuran yang terjadi di Indonesia antara lain : • Insiden Bendera Peristiwa ini terjadi pada tanggal 19 september 1945 di Surabaya pada Hotel Yamato, dimana beberapa orang Belanda mengibarkan bendera mera-putih-biru. Hal ini dianggap para pemuda sebagai sebuah penghinaan dan para pemuda menyerbu hotel tersebut dan merobek bendera Belanda pada bagian warna biru sementara bagian merah-putihnya dinaikkan kembali. • Pertempuran Semarang Pertempuran ini terjadi dari tanggal 15 sampai 20 Oktober 1945 di semarang dan lebih dikenal dengan pertempuran lima hari di Semarang. Insiden terjadi ketika tawanan tentara Jepang yang berasal dari penjara Cipinang, Jakarta hendak dipindahkan ke Semarang untuk dipekerjakan merubah pabrik gula menjadi pabrik senjata sehingga para pemuda memberontak kepada polisi yang memindahkan tawanan tersebut. Sebanyak 2000 rakyat Indonesia dan 100 orang Jepang tewas dalam pertempuran ini. • Pertempuran Surabaya Pertempuran Surabaya merupakan suatu rangkaian peristiwa dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, yaitu usaha bangsa Indonesia mengusir penjajah Jepang yang masih tetap bercokol dan memiliki senjata lengkap. Perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang tersebut dimulai sejak September 1945. Pada 25 Oktober 1945, Brigade 49, pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn, bagian dari Divisi India ke-23 tentara Sekutu (Allied Forces Netherlands East Indies atau AFNEI) mendarat di kota Surabaya, di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby. Tugasnya adalah melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan interniran Sekutu yang berada di Indonesia. Kedatangan mereka diterima dengan enggan oleh Gubernur R.M.T.A. Soeryo. Akhirnya, diadakan pertemuan antara wakil-wakil pemerintah Republik Indonesia dengan Brigadir Jenderal Mallaby. Pertemuan itu menghasilkan beberapa kesepakatan antara lain, 1) Sekutu berjanji bahwa di antara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda; 2) Disetujui kerjasama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan; 3) Akan segera dibentuk Kontrak Biro agar kerjasama dapat terlaksana sebaik-baiknya; 4) Sekutu hanya akan melucuti senjata Jepang. Berdasarkan kesepakatan tersebut, pihak RI merasa tidak curiga atas kedatangan mereka. Oleh karena itu, pasukan Sekutu diperbolehkan memasuki kota oleh pihak RI, dengan syarat hanya objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki seperti kamp-kamp tawanan. Ternyata sikap baik Sekutu yang terlihat dari hasil perundingan tersebut hanya merupakan taktik imperialis untuk menguasai kembali bekas jajahannya. Setelah itu, pihak Sekutu mengingkari janjinya, pada 26 Oktober 1945, malam hari, satu peleton dari Field Security Section dibawah pimpinan Kapten Shaw, melakukan penyerangan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan seorang kolonel Angkatan Laut Belanda yang bernama Kolonel Huiyer bersama tawanan-tawanan lainnya. Kemudian, keesokan harinya pasukan Sekutu yang sebagian besar terdiri dari tentara Inggris melanjutkan penyerangannya dengan menduduki Pangkalan Udara, Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Internatio, dan objek-objek vital lainnya di Surabaya. Tindakan pelanggaran lainnya yang dilakukan Sekutu, yaitu pada 27 Oktober 1945, mereka menyebarkan pamflet-pamflet yang berisi perintah kepada rakyat Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang. Kemudian pemerintah RI memerintahkan para pemudaSurabaya dan jawa Timur untuk siaga menghadapi segala kemungkinan. Tindakan tidak konsisten dari Sekutu semakin menjadi, pada 27 Oktober 1945 pukul 14.00, terjadi kontak senjata yang pertama antara pihak pemuda Surabaya dengan Sekutu. Kontak senjata ini kemudian meluas dan berlangsung selama dua hari. Pada 29 Oktober 1945, para pemuda dapat kembali merebut objek-objek vital di kota Surabaya. Pada 31 Oktober 1945 Presiden Soekarno, Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta dan Amir Syarifudin datang ke Surabaya bersama dengan Jenderal D.C. Howthorn. Mereka kemudian berunding dengan Mallaby dan menghasilkan keputuskan menghentikan kontak senjata. Walaupun telah disepakati tidak akan ada lagi pertempuran, di beberapa tempat masih terjadi kontak senjata. Ketika Kontak Biro mengunjungiGedung Bank Internatio di jembatan Merah, di sana terjadi isiden, gerung ini masih diduduki oleh pasukan Inggris. Pemuda-pemuda yang terdiri dari TKR dan laskar menuntut agar pasukan Mallaby menyerah, tetapi tuntutan tersebut ditolah, kemudian segera terjadi kontak senjata yang lebih besar dan berakhir dengan terbunuhnya Mallaby. Selanjutnya, Inggris mengirimkan pasukan dalam jumlah besar dibawah pimpinan Mayor Jenderal E.C Manserg. Pada 7 November, Manserg megirimkan surat kepada Gubernur Soeryo yag berisi ancaman untuk menduduki kota Surabaya. Ultimatum tersebut ditolak oleh Gubernur Soeryo yang kemudian diikuti dengan meletusnya pertempuran baru yang sangat besar. Dalam pertempuran itu ribuan pejuang Indonesia gugur dan lainnya mengungsi ke kota lain. Surabaya pada akhirnya berhasil dipertahankan oleh para pemuda yang bertahan selama tiga minggu, sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Peristiwa yang terjadi pada 10 November 1945 ini sering diperingati sebagai Hari Pahlawan. • Pertempuran Ambarawa Pertempuran ini terjadi pada 15 desember 1945 antara TKR dan laskar-laskar melawan pasukan Inggris pimpinan Brigadir Jenderal Bethel. Latar belakangnya adalah kedatangan tentara Inggris ke Indonesia untuk mengurus tawanan perang yang berada di Ambarawa dan Magelang, tetapi diboncengi oleh NICA (Netherland Indies Civil Administration). Kedaan ini menyebabkan pecahnya insiden di Magelang, pertempuran antara TKR dan Sekutu. Kemudian Presiden Soekarno dan Bethel melakukan perundingan di Surabaya dengan menghasilkan keputusan antara lain penempatan pasukan Sekutu di Magelang dan tidak diakuinya aktifitas NICA di kota tersebut. Tetapi, pihak Sekutu mengingkari janji, pasukan NICA yang masih berkeliaran di Magelang dibiarkan oleh Sekutu. Asukan TKR dibawah pimpinan Mayor Sumarto menyerang pasukan Sekutu di Ambarawa. Dilihat dari strategi militer, pertempuran di Ambarawa mempunyai arti penting. Dengan diusirnya pasukan Inggris dari daerah tersebut maka kedudukan TKR di kota Solo, Magelang, dan Yogyakarta dapat diamankan. Sementara dilihat dari segi revolusi kemerdekaan, pertempuran tersebut telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia ingin mempertahankan kedaulatannya dari penjajahan. • Pertempuran Medan Area Di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly, pasukan Sekutu yang diboncengi oleh NICA mendarat di kota Medan pada 9 Oktober 1945. Sehari setelah mendarat, Sekutu mendatangi kamp-kamp tawanan atas persetujuan Gubernur Sumatra Teuku Mohamad Hasan. Ketika melihat salah seorang bekas tawanan perang Jepang menginjak-injak lencana merah putih, rasa nasionalisme para pemuda semakin membara. Mereka mulai menyerang dan merusak sebuah hotel pada 13 Oktober 1945 yang kemudian memancing insiden-insiden lainnya. Para pemuda mulai menunjukan sikap ketidaksukaannya kepada pihak imperialis. Sejak saat itu Sekutu berusaha menguasai kota Medan dengan berbagai cara seperti melakukan aksi “pembersihan” tehadap unsur-unsur RI yang berada di kota Medan. Para pemuda TKR membalas aksi tersebut dengan menggagalkan pasukan Inggris dan NICA untuk menghancurkan konsentrasi TKR di Trepes. Pasukn Sekutu dibawah pimpinan Kelly kembali mengancam pemuda agar menyerahkan senjata mereka, akhirnya para pemuda harus meninggalkan daerah Medan Area sejak 10 April 1945, beberapa kantor pemerintahan harus pindah ke Pematang Siantar. Pada 10 Agustus 1946 para pemuda mengadakan pertemuan di Tebing Tinggi untuk menyatukan komando-komando pasukan yang berjuang di medan Area. Di bawah “ Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area”, mereka meneruskan perjuangan di medan area. Peristiwa Medan Area telah menunjukkan kepada seluruh bangsa Indonesia dan pihak imperialis bahwa bangsa Indonesia yang telah memperoleh kedaulatan tidak ingin dijajah kembali oleh imperialis Barat. Kemerdekaan harus tetap dipertahankan. • Bandung Lautan Api Pada 21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum pertama agar kota Bndung begian utara selambat-lambatnya pada 29 November 1945 dikosongkan oleh pihak Indonesia dengan alasan untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Engan ultinatum tersebut pihak Sekutu secara sepihak membagi kota Bndung menjadi dua dengan jalan kereta api yang membentang dari timur ke barat menjadi batasnya. Wilayah Bandung Utara hanya boleh dihuni oleh warga Belanda dan pasukan Sekutu, sedangkan Bandung Selatan untuk penduduk pribumi. Ultimatum tersebut tidak diindahkan oleh para pejuang Bandung. Sejak saat itu sering terjadi berbagai pertempuran yang memakan korban harta maupun jiwa dengan tentara Sekutu. Pada 23 Maret 1946, Sekutu kembali mengeluarkan ultimatum supaya para pejuang Bandung mundur sejauh 11 km dari batas rel kereta api. Pemerintah RI di Jakarta memerintahkan agar para pejuang menuruti ultimatum tersebut dan harus segera mengosongkan kota Bandung. Sementara itu, dari Markas Besar TRI di Yogyakarta turun perintah untuk tetap mempertahankan kota Bandung sampai titik darah penghabisan. Akhirnya, para pejuang Bandung mematuhi perintah dari Jakarta walaupun dengan berat hati. Sambil meninggalkan Bandung, para pejuang melancarkan serangan umum ke arah tempat kedudukan Sekutu dan membumi hangus tempat-tempat strategis di seluruh kota yang mungkin akan diduduki oleh NICA. Peristiwa ini juga diikuti dengan pengungsian warga Bandung ke daerah luar Bandung yang lebih aman. Peristiwa yang berlangsung pada 23 Maret 1946 tersebut dikenal sebagai “Bandung Lautan Api”. • Puputan Margarana Peristiwa Puputan Margarana diawali ketika Letkol I Gusti Ngurah Rai menolak bekerjasama dengan Belanda untuk mendukung pembentukan Negara Indonesia Timur yang mencakup Bali. Penolakan ini dinilai Belanda tidak beralasan karena Bali sudah dianggap wilayah Belanda sebagaimana hasil Perjanjian Linggajati. Ngurah Rai sendiri tetap menolak apapun alasannya, kemudian ia pergi ke Yogyakarta untuk mendapatkan petunjuk dari Pemimpin RI. Setelah mendapat penjelasan bahwa daerahnya termasuk kekuasaan Belanda, walaupun merasa kecewa, ia tetap pada pendiriannya semula, yakni tidak akan bekerja sama dengan pihak Belanda. Ketika merasa kekuatannya sudah cukup, I Gusti Ngurah Rai dan pasukan-pasukannya pada 18 November 1946 mulai menyerang Belanda. Tabanan digempur dan dia berhasil dengan menyerahnya satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya. Belanda kemudian mengerahkan seluruh kekuatannya yang ada di Bali dan Lombok lengkap dengan pesawat terbang untuk menghadapi pasukan I Gusti Ngurah Rai. Karena kekuatan pasukan yang tidak seimbang dan persenjataan yang kurang lengkap, akhirnya pasukan I Gusti Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran puputan atau habis-habisan di Margarana, sebelah utara Tabanan. I gusti Ngurah Rai beserta seluruh pasukannya gugur. 2. Perjuangan Awal Diplomasi Pada awalnya, kedatangan Sekutu di Indonesia disambut dengan sikap terbuka. Namun setelah diketahui bahwa pasukan Sekutu diboncengi orang-orang NICA yang hendak menegakkan kembali kekuasaan kolonial Belanda, sikap Indonesia berubah menjagi curiga dan kemudian bermusuhan. Situasi memburuk setelah NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dibebaskan dari tahanan Jepang. Bentrokan bersenjata dengan para pejuang dari berbagai wilayah tidak bias dihindarkan lagi. Sementara itu, Komandan AFNEI (Allied Forces Netherland East Indies) Letjen Sir Philip Christison menyadari bahwa Sekutu tidak akan berhasil menjalankan tugasnya, seperti penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang dan membebaskan para tahanan perang dengan baik tanpa adanya bantuan Pemerintah RI. Itulah sebabnya terjadi perundingan-perundingan : a. Pertemuan Jakarta Perundingan pertama antara Indonesia dengan Belanda untuk menyelesaikan persengketaan di antara keduanya, terjadi pada 17 November 1945. Delegasi Indonesia diwakili oleh PM. Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh van Mook, dan Jenderal Christison sebagai penengah. Pada awal perundingan, van Mook menyampaikan pernyataan pemerintah Belanda yang berisi pidato dari Ratu Wilhelmina pada 7 Desember 1942 yang isinya : 1.Negara Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di lingkungan Kerajaan Belanda. 2.Urusan yang menyangkut dalam negeri akan diurus oleh Indonesia, sedangkan urusan luar negeri menjadi hak pemerintah Belanda. 3.Sebelum dibentuk Commonwealth, akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun. Pada 12 Maret 1946, pemerintah Indonesia secara resmi menyampaikan pernyataan balasan kepada pihak Belanda sebagai berikut : 1.Negara Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan Hindia-Belanda. 2.Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu dengan urusan luar negeri dan pemerintahan daerah diserahkan pada badan federasi yang anggotanya terdiri dari gabungan orang Indonesia dan Belanda. 3.Seluruh tentara Belanda harus segera ditarik dari wilayah Indonesia dan jika perlu kedudukannya digantikan oleh Tentara Indonesia. 4.Selama perundingan-perundingan berlangsung, semua aksi militer harus dihentikan dan pihak RI akan melakukan pengawasan terhadap pengungsian tawanan Belanda dan interniran Sekutu lainnya. Sekalipun Perundingan Jakarta gagal, namun dalam perundingan tersebut Indonesia telah menunjukkan sebagai sebuah bangsa yang sejajar dengan Belanda dan Inggris. Hal ini sangat bermanfaat dalam perundingan-perundingan berikutnya. b. Pertemuan Hooge Veluwe Pertemuan RI-Belanda selanjutnya dilaksanakan di Hooge Veluwe, Belenda pada 14-24 April 1946. Diplomat Inggris Sir Archibald Clark bertindak sebagai penengah. Perundingan ini mengalami kegagalan kembali karena kedua belah pihak masih tetap pada tuntutannya. Pada perundingan tersebut pihak Indonesia diwakili oleh Mr. A.K. Pringgodigdo dan Dr. Sudarsono, sedang dari pihak Belanda diwakili oleh van Mook. Tuntutan Indonesia antara lain pengakuan Belanda secara de facto atas Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. Namun, Belanda hanya mengakui secara de facto wilayah pemerintahan RI atas awa dan Madura. Itu pun atas desakan Inggris kepada Belanda, sebab Belanda menginginkan terbentuknya Uni Indonesia-Belanda. c. Perundingan Jakarta Karena perundingan RI-Belanda belum mencapai kesepakatan, diplomat Inggris untuk Asia Tenggara Lord Killearn, berinisiatif melanjutkan perundingan damai mempertemukan wakil bangsa Indonesia dan Belanda di meja perundingan yang bertempat di kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada 7 Oktober 1946. Delegasi Indonesia diwakili oleh PM. Utan Syahrir, sedangkan pihak Belanda oleh Prof. Schermerhorn. Perundingan tersebut mencapai 3 keputusan penting, yaitu : 1.Diadakannya gencatan senjata antara RI dan Belanda. 2.Dibentuk komisi bersama gencatan senjata untuk menangani masalah gencatan senjata dan teknis pelaksanaannya. 3.Disepakati bahwa RI dan Belanda harus segara melaksanakan perundingan secepat mungkin. d. Perundingan Linggajati Perundingan Linggajati dilaksanakan pada 10 November 1946 di Kuningan, Jawa Barat sebagai tindak lanjut kesepakatan perundingan Jakarta 7 Oktober 1946. Setelah berjalan selama 4 hari dicapailah kesepakatan sebagai berikut : a. Belanda mengakui RI secara de facto atas wilayah Pulau Jawa, Madura, dan Sumatera. Belanda harus sudah meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1946. b.RI dan Belanda sepakat akan bekerja sama membentuk Negara Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS) yang salah satu bagiannya adalah Negara Republik Indonesia. c. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda (Commonwealth) dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya. Hasil perundingan tersebut ternyata merupakan benih pertikaian lebih lanjut antara kedua belah pihak. Setelah naskah tersebut ditandatangani, muncul pro dan kontra dalam masyarakat Indonesia sendiri. Pro dan kontra diantara politisi menimbulkan dua golongan, yaitu golongan Sayap Kiri yang mendukung hasil Linggajati dan golongan Banteng Republik yang menentang hasil Linggajati. Golongan Banteng Republik tidak percaya lagi kepada Kabinet Syahrir yang bertanggung jawab atas penandatanganan persetujuan Linggajati. Mosi tidak percaya dari kelompok Banteng Republik tersebut akhirnya menjatuhkan Kabinet Syahrir. Syahrir kemudian menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada 27 Juni 1947. Prediden Soekarno membentuk kabinet baru yang dipimpin oleh Amir Syarifudin pada 3 Juli 1947. 3. Agresi Militer Belanda I Belanda mengerahkan pasukan ke Jakarta dan Bandung pada 21 juli 1947 dengan tujuan untuk menduduki Jawa Barat dan daerah-daerah strategis lainnya di Jawa seperti Surabaya dan Madura. Dengan cara ini akhirnya Belanda menguasai semua pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa. Demikian juga dengan daerah-daerah lainnya di Sumatera. Menghadapi situasi demikian, pasukan RI terus bertahan dan sekali-kali melakukan penyerangan secara gerilya. Serangan Belanda tersebut mendapat kecaman dari seluruh dunia. Pada 31 Juli 1947, Dewan Keamanan PBB menerima resolusi dari India dan Australia yang meminta agar antara Pemerintah RI dan Belanda segera mengadakan gencatan senjata dan perundingan. Untuk mengawasi gencatan senjata tersebut, PBB membentuk komisi konsuler. Pada 25 Agustus 1947, Dewan Keamanan PBB menerima putusan dari PBB yang berisi : a. Para konsul asing di Jakarta supaya membuat laporan mengenai keadaan terakhir Indonesia. b. Membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) yang bertugas memberikan masukan dan saran-saran dalam menyelesaikan pertikaian Indonesia dan Belanda. Hasil sidang kabinet pada 6 September 1948, memutuskan bahwa Australia telah ditunjuk sebagai perwakilan Indonesia dalam Goodwill Commission, sedangkan Belanda memilih Belgia. Selanjutnya Australia dan Belgia memilih Amerika Serikat sebagai negara ketiga. Delegasi Australia diwakili Richard Kirby, Belgia oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika oleh Dr. Frank B. Graham. 4. Perundingan Renville Perundingan dilaksanakan pada 8 Desember 1947 di atas kapal milik Amerika Serikat, yaitu kapal USS Renville yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifudin, sedangkan delegasi belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Perjanjian Renville ditandatangani pada 17 Januari 1948 yang isinya : a. Persetujuan gencatan senjata yang terdiri atas 10 pasal. b. Enam pokok prinsip tambahan untuk perundingan mempercepat penyelesaian politik yang isinya sebagai berikut : 1) Belanda tetap memegang kedaulatanm atas seluruh wilayah Indonesia, sampai kedaulatan diserahkan kepada RIS yang akan segera dibentuk. 2) Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat mengerahkan sebagian dari kekuasaannya pada suatu pemerintahan federal sementara. 3) RIS sebagai negara merdeka dan berdaulat sederajat dengan Kerajaan Belanda dalam Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai Kepala Uni. 4) RI merupakan bagian dari RIS 5) Akan diadakan plebisit di wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera untuk menentukan masuk RI atau RIS. 6) Dalam waktu 6 bulan-1 tahun diadakan pemilihan umum untuk membetuk Dewan Konstitusi RIS. c. Dua belas pasal atau prinsip politik, termasuk tiga hal pokok hasil perjanjian Linggajati. Hasil perjanjian Renville menimbulkan pro dan konra di kalangan politisi nasional maupun pejuang. Partai politik besar pendukung Kabinet Amir Syarifudin, yaitu PNI dan Masyumi mengundurkan diri dari Kabinet karena kecewa terhadap ditandatanganinya perjanjian Renville. Kerugian nyata yang diderita pemerintahan RI adalah semakin sempitnya wilayah Indonesia, dan kedudukannya semakin terdesak. Akibatnya Kabinet Amir Syarifudin tidak mendapat kepercayaan dan jatuh. Ia kemudian menyerhkan mandatnya kepada Presiden Soekarno pada 29 Januari 1948. 5. Pemberontakan PKI Madiun a. Proses Pemberontakan Ditengah-tengah suasana kemelut yang berlarut-larut akibat perjanjian Renville dan blokade ekonomi yang dijalankan Belanda, PKI di bawah pimpinan Muso melancarkan pemberontakan di Madiun pada 18 September 1948. Kedudukan PKI Muso memang kuat karena didukung oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR), pimpinan Amir Syarifudin (bekas perdana menteri), yang merupakan hasil gabungan beberapa partai, antara lai Partai Sosialis Indonesia (PSI), Partai Buruh, dan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), sayap militer PSI yang memiliki persenataan cukup lengkap. Diawali di Solo, PKI mulai melancarkan aksi-aksinya. Insiden pertama mulai terjadi pada 13-16 September 1948, antara pasukan Siliwangi dengan Tentara Laut pimpinan Letkol Yadau yang terpengaruh komunis. Kemudian, pada 14 September 1948, Pesindo menyerang Barisan Banteng di Solo, karena Dr.Muwardi, komandan Barisan Banteng, menolak bergabung degan kekuatan komunis. Pada 18 September 1948, Kolonel Sumarsono yang berhaluan komunis memprolakmasikan berdirinya Negara Sovyet Republik Indonesia di Madiun. Ia mendapat dukungan dari Pasukan Brigade 29. Pemberontakan pada pukul 02.00 di hari tersebut dimulai dengan memusatkan sasaran pada markas CPM Siliwangi yang terletak di jalan Dr.Cipto, Madiun sehingga mengakibatkan gugurnya seorang Mayor CPM. b. Upaya Penumpasan Dalam upaya menumpas PKI Madiun, pemerintah RI mengangkat Kolonel Gatot Subroto sebagai Gubernur Militer untuk daerah Solo, Madiun, Pati, dan Semarang Angkatan Perang RI dikerahkan termasuk Divisi Siliwangi yang baru tiba hijrah dari Jawa Barat ke Jawa Tengah di bawah pimpinan Sadikin dan Kusno Utomo (Brigade Sadikin dan Brigade Kusno). Operasi tersebut dipimpin oleh kolonel Sungkono dan pelaksananya ditunjuk Mayor Yonosewoyo. Jalannya operasi dilakukan dari tiga jurusan: • Batalyon Sarbini Mokhtar dan Muyajin bergerak melalui Trenggalek menyerbu Ponorogo yang merupakan konsentrasi pasukan PKI Muso. • Batalyon gabungan dipimpin Mayor Baharudin bergerak melalui Sawahan, Dungus terus ke Madiun. • Batalyon Sudaryadi dibantu Brigade Mobil Polisi Jawa Timur bergerak melalui kota Wilangan, Saradan, Terus ke Madiun. Kemudian Batalyon A.Kosasih dan Batalyon Kemal Idris didatangkan dari Yogyakarta bergerak ke arah utara dengan sasaran Pati. Batalyon Daeng bergerak ke arah utara dengan target sasaran Cepu dan Blora. Batalyon Ahmad Wiranatakusumah bergerak ke selatan dengan sasaran Ponorogo dan Batalyon Darsono langsung bergerak ke Madiun. Batalyon Kusno Utomo bertugas khusus mengamankan daerah Solo, Pati, dan Semarang yang terdiri atas Batalyon Kemal Idris dan Batalyon A.Kosasih dibantu Batalyon Suryo Sumpeno Luasnya daerah pemberontakan dapat terlihat dari tempat-tempat basis PKI yang direbut kembali oleh pasukan Siliwangi, antara lain Sarangan dan Walikukun (25 September), Ngrambe dan Magetan (26 September), Parakan (27 September), Madiun dan Wonogiri (30 September), Dungus dan Ponorogo (2 Oktober), Cepu (8 Oktober), Pacitan (15 Oktober), dan Kudus (21 Oktober). Pada Desember 1948, gembong PKI, yaitu Amir Syarifudin, Suripno, Maruto Darusman, Haryono, Abdul Majid, beserta sejumlah pengikutnya menyerahkan diri pada pasukan Siliwangi, adapun Muso berhasil ditembak mati oleh TNI di Ponorogo pada 31 Oktober 1948. Setelah pemberontakan selesai, 35.000 orang pengikut Muso ditangkap, sementara diperkirakan sekitar 8.000 orang menjadi korban peristiwa tersebut. Beberapa tokoh PKI yang tertangkap lalu diajukan ke pengadilan. Sejumlah tokoh dijatuhi hukuman mati karena kejahatannya yang telah membantai rakyat diluar perikemanusiaan. Tidak sedikit pejabat TNI dan prajuritnya yang terlibat sehingga bisa diadudombakan dengan TNI yang setia kepada pemerintah. 6. Agresi Militer Belanda II Suasana perundingan melalui penengah KTN pada awal Desember 1948 mulai menemui jalan buntu. Pada tanggal 11 Desember 1948, Belanda mengatakan bahwa tidak mungkinlagi dicapai persetujuan antara kedua belah pihak. Empat hari kemudian Wakil Presiden Mohammad Hatta minta KTN untuk mengatur perundingan dengan Belanda, tetapi Belanda menjawab pada tanggal 18 Desember 1948, pukul 23:00 malam, bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan Persetujuan Renville. Lewat tengah malam atau tanggal 19 Desember 1948 pagi, tentara Belanda diterjunkan di lapangan terbang Maguwo, yang dikenal dengan istilah Aksi Militer Belanda II (2nd Dutch Military Action). Reaksi internasional atas serangan Belanda terhadap Republik pada tanggal 19 Desember 1948 sangat keras. Negara-negara Asia, Timur Tengah dan Australia mengutuk serangan itu dan memboikot Belanda dengan cara menutu lapangan terbang mereka bagi pesawat Belanda. Dalam sidangnya pada tanggal 22 Desember 1948 Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak menembak kepada tentara Belanda dan Republik. Atas usul India dan Birma, Konferensi Asia mengenai Indonesia diadakan di New Delhi pada tanggal 20 Desember 1949. Amerika Serikat, Kuba, dan Norwegia mendesak Dewan Keamanan untuk membuat resolusi yang mengharuskan dilanjutkannya perundingan. 7. Persetujuan Roem-Royen Sementara itu tanggal 23 Maret 1949 KTN yang diminta Dewan Keamanan PBB agar membantu kedua belah pihak untuk melakukan perundingan berdasarkan resolusi tanggal 28 Januari 1949, telah tiba di Jakarta. Dua hari kemudian delegasi Republik yang dipimpin Mr. Mohammad Roem bertemu dengan delegasi Belanda dibawah Van Royen di Hotel Des Indes, Jakarta. Merle Cochran dari KTN bertindak sebagai penengah. Perundingan berjalan alot, sehingga memerlukan kehadiran Mohammad Hatta dari Bangka dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta. Setelah hampir tiga minggu berunding, maka pada tanggal 7 Mei 1949 kedua delegasi sepakat untuk mengeluarkan pernyataan masing-masing pihak, yang kemudian dikenal sebagai Pernyataan Roem-Royen (Roem-Royen Statement). Masalah terpenting dari penyataan itu adalah kesediaan Belanda untuk mengembalikan Pemerintah Republik ke Yogyakarta. 8. Konferensi Inter Indonesia Delegasi RI ke Konferensi Inter Indonesia terbentuk tanggal 18 Juli 1949 dipimpin oleh Wakil Presiden/PM Mohammad Hatta. Sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak dan Anak Agung dari NIT. Konferensi berlangsung yang dari tanggal 20 Juli hingga 22 Juli 1949 menyepakati bahwa Negara Indonesia Serikat akan diberi nama Republik Indonesia Serikat. Merah Putih adalah bendera kebangsaan, lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya, bahasa Nasional adalah Bahasa Indonesia dan 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan. Setelah Konferensi Yogya, diteruskan dengan Konferensi Inter Indonesia II yang dimulai sejak 31 Juli s/d 2 Agustus 1949 bertempat di Gedung Pejambon, Jakarta. Pada pertemuan ini disepakati pembentukan Panita Persiapan Nasional yang bertugas menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar. Diputuskan juga draf awal UUD Republik Indonesia Serikat yang akan dibicarakan dalam KMB. 9. Konferensi Meja Bundar Tanggal 4 Agustus 1949 Presiden Soekarno mengangkat delegasi Republik Indonesia untuk Konferensi Meja Bundar yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. Delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid dari Pontianak, dan Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. J.H. van Maarseveen. Konferensi yang berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949 ini diikuti pula oleh UNCI. Pada hakekatnya KMB menghasilkan tiga isu utama persetujuan, yakni: Piagam Penyerahan Kedaulatan Piagam Uni-Nederland dengan lampiran persetujuan Pemerintah Belanda dan Pemerintah Republik Indonesia Serikat Persetujuan Peralihan/Perpindahan yang memuat peraturan-peraturan yang bertalian dengan penyerahan kedaulatan Disamping itu juga dibahas masalah-masalah bilateral dan domestik yang serius. Semua hutang bekas Hindia Belanda menjadi tanggung jawab nagara Indonesia Serikat. De Javaansche Bank tetap diakui sebagai Bank Sentral. Intergrasi KNIL ke dalam TNI. Masalah Irian Barat akan dibiarkan untuk sementra, yakni "satu tahun". Pelaksanaan KMB terus dipantau oleh Badan Pekerja KNIP. Pada tanggal 23 Oktober 1949 Badan Pekerja KNIP telah menerima keterangan pemerintah mengenai pembicaraan dalam sidang-sidang KMB yang disampaikan oleh Wakil Perdana Menteri Sri Sultan Hamengkubuono IX. Hal lengkap KMB disampaikan Perdana Menteri Mohammad Hatta pada Sidang Pleno KNIP tanggal 6 hingga 15 Desember 1949. KNIP menerima hasil KMB dengan 226 setuju, 62 tidak setuju, dan 31 suara blangko. PErsetujuan KNIP itu diberikan dalam dua bentuk, yakni sebuah maklumat dan dua buah undang-undang. Maklumat KNIP diumumkan Presiden RI pada tanggal 14 Desember 1949, berisi tentang negara Repbulik Indonesia Serikat memegang kedaulatan atas seluruh wilayah; dan bahwa alat perlengkapan RI disumbangkan kepada RIS untuk menegakkan kedaulatannya. Sebagai realisasi dari keputusan KMB dibentuklah Republik Indonesia Serikat (RIS). Ir. Soekarno sebagai Presiden RIS dilantik pada 17 Desember 1949, Mr. Asaat sebagai Presiden RI, Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri RIS, Mr. Sartono sebagai ketua DPR RIS. Pemerintah RI berkedudukan di Yogyakarta, sedangkan RIS berkedudukan di Jakarta. Selain dipilihnya Ir. Sukarno sebagai Presiden RIS, akan dibentuk pula pembentukan formatus untuk membantu tugas-tugas Presiden Sukarno sebagai Presiden RIS terpilih. Formatus tersebut dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta yang bertugas membentuk kabinet. Pada 28 Desember 1949, Presiden Ir. Sukarno beserta staf meninggalkan Yogyakarta menuju Jakarta sebagai ibu kota RIS dan siap melaksanakan tugas baru sebagai Kepala Pemerintahan RIS. Negara RIS resmi berdiri pada 27 Desember 1949 dan wilayahnya meliputi: • Negara bagian yang meliputi Negara Indonesia Timur, Negara Pasundan, Negara Jawa Timur, Negara Madura, Negara Sumatra, Negara Sumatra Timur, dan Republik Indonesia • Satuan-satuan kenegaraan yang meliputi Jawa Tengah, Bangka, Banjar, Riau, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Daerah Istimewa, Kalimantan Barat • Daerah Swapraja yang meliputi kota Waringin, Sabang dan Padang Negara-negara bagian yang hendak bersatu dalam Republik Indonesia banyak yang ingin memisahkan diri dari RIS. Hal ini dibuktikan dari banyaknya demonstrasi-demonstrasi yang dilakukan oleh komponen-komponen masyarakat di negara-negara bagian tersebut yang meminta penggabungan dengan negara Republik Indonesia. Oleh karena itu pemerintah RIS dengan persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang darurat no.11 tahun 1950 pada 8 Maret 1950. Isinya mengatur tentang cara perubahan susunan kenegaraan RIS. Dengan adanya Undang-Undang darurat ini, banyak negara bagian RIS yang menggabungkan diri dengan negara Republik Indonesia di Yogyakarta. V. Perjuangan Kembali Ke Negara Kesatuan Dalam waktu kurang dari setahun pamor RIS di mata masyarakat jatuh dan desakan untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi semakin banyak. Atas usul pemerintah RI, Presiden Sukarno kemudian mengadakan pendekatan dengan Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur. Setelah memperoleh kekuasaan dari Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur Presiden Sukarno mengadakan perundingan dengan wakil-wakil RI pada Mei 1950 untuk mengadakan pembentukan NKRI selanjutnya pada 19 Mei 1950, wakil-wakil RI dan RIS sepakat membentuk kembali NKRI dan dituangkan dalam piagam persetujuan dan negara persatuan ini menggunakan UUD baru yang merupakan revisi UUD 1945 dan UUD RIS yang disebut dengan UUD sementara. Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan UUD sementara NKRI yang sebelumnya rancangan UUDS telah disahkan oleh BPKNIP RI di Yogyakarta pada 12 Agustus 1950. Pada 15 Agustus 1950 diselenggarakan rapat gabungan antara Parlemen RI-RIS di Jakarta. Dalam kesempatan itu Presiden Sukarno membacakan Piagam terbentuknya NKRI yang disetujui oleh anggota sidang. NKRI dinyatakan secara resmi berdiri pada 17 Agustus 1950 dengan menggunakan UUDS 1950. * Materi Kuliah : Sejarah Ketatanegaraan Indonesia

Rabu, 09 November 2011

DEFINISI PENDIDIKAN

1.1.Definisi Pendidikan Secara Umum Definisi pendidikan menurut para ahli, diantaranya adalah : Menurut Juhn Dewey, pendidikan adalah suatu proses pembaharuan makna pengalaman, hal ini mungkin akan terjadi di dalam pergaulan biasa atau pergaulan orang dewasa dengan orang muda, mungkin pula terjadi secara sengaja dan dilembagakan untuk untuk menghasilkan kesinambungan social. Proses ini melibatkan pengawasan dan perkembangan dari orang yang belum dewasa dan kelompok dimana dia hidup. (A. Yunus, 1999 : 7) Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia yang telah berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada vtuhan, seperti termanifestasi dalam alam sekitar intelektual, emosional dan kemanusiaan dari manusia. (A. Yunus, 1999 : 7) Menurut Frederick J. Mc Donald, pendidkan adalah suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk merubah tabiat (behavior) manusia. Yang dimaksud dengan behavior adalah setiap tanggapan atau perbuatan seseorang, sesuatu yang dilakukan oleh sesorang. (A. Yunus, 1999 : 7-8) Menurut M.J. Langeveld, pendidikan adalah setiap pergaulan yang terjadi adalah setiap pergaulan yang terjadi antara orang dewasa dengan anak-anak merupakan lapangan atau suatu keadaan dimana pekerjaan mendidik itu berlangsung. (A. Yunus, 1999 : 1.2.Definisi Pendidikan Menurut Islam Pendidikan Islam itu sendiri adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, Ilmu pendidikan Islam secara lengkap isi suatu ilmu bukanlah hanya teori. (Nur Uhbiyati, 1998) Pengertian pendidikan bahkan lebih diperluas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena. Pendidikan sebagai aktivitas berarti upaya yang secara sadar dirancang untuk membantu seseorang atau sekelompok orang dalam mengembangkan pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup, baik yang bersifat manual (petunjuk praktis) maupun mental, dan sosial sedangkan pendidikan sebagai fenomena adalah peristiwa perjumpaan antara dua orang atau lebih yang dampaknya ialah berkembangnya suatu pandangan hidup, sikap hidup, atau keterampilan hidup pada salah satu atau beberapa pihak, yang kedua pengertian ini harus bernafaskan atau dijiwai oleh ajaran dan nilai-nilai Islam yang bersumber dari al Qur’an dan Sunnah (Hadist). Ruang Lingkup Pendidikan Islam 1. Pendidikan Keimanan “Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya diwaktu ia memberikan pelajaran kepadanya:”hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesengguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-benar kedzaliman yang nyata.” (Q.S 31:13) Bagaimana cara mengenalkan Allah SWT dalam kehidupan anak? • Menciptakan hubungan yang hangat dan harmonis (bukan memanjakan) Jalin hubungan komunikasi yang baik dengan anak, bertutur kata lembut, bertingkah laku positif. Hadits Rasulullah : “cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka…:” (H.R Bukhari) “Barang siapa mempunyai anak kecil, hendaklah ia turut berlaku kekanak-kanakkan kepadanya.” (H.R Ibnu Babawaih dan Ibnu Asakir) • Menghadirkan sosok Allah melalui aktivitas rutin Seperti ketika kita bersin katakan alhamdulillah. Ketika kita memberikan uang jajan katakan bahwa uang itu titipan Allah jadi harus dibelanjakan dengan baik seperti beli roti. • Memanfaatkan momen religious Seperti Sholat bersama, tarawih bersama di bulan ramadhan, tadarus, buka shaum bareng. • Memberi kesan positif tentang Allah dan kenalkan sifat-sifat baik Allah Jangan mengatakan “ nanti Allah marah kalau kamu berbohong” tapi katakanlah “ anak yang jujur disayang Allah”. • Beri teladan Anak akan bersikap baik jika orang tuanya bersikap baik karena anak menjadikan orang tua model atau contoh bagi kehidupannya. “hai orang-orang yang beriman mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan”.(Q.S 61:2-3) • Kreatif dan terus belajar Sejalan dengan perkembangan anak. Anak akan terus banyak memberikan pertanyaan. Sebagai orang tua tidak boleh merasa bosan dengan pertanyaan anak malah kita harus dengan bijaksana menjawab segala pertanyaannya dengan mengikuti perkembangan anak. 2. Pendidikan Akhlak Hadits dari Ibnu Abas Rasulullah bersabda: “… Akrabilah anak-anakmu dan didiklah akhlak mereka.” Rasulullah saw bersabda: ”Suruhlah anak-anak kamu melakukan shalat ketika mereka telah berumur tujuh tahun dan pukullah mereka kalau meninggalkan ketika mereka berumur sepuluh tahun, dan pisahkan tempat tidur mereka.” (HR. Abu Daud) Bagaimana cara megenalkan akhlak kepada anak : • Penuhilah kebutuhan emosinya Dengan mengungkapkan emosi lewat cara yang baik. Hindari mengekspresikan emosi dengan cara kasar, tidak santun dan tidak bijak. Berikan kasih saying sepenuhnya, agar anak merasakan bahwa ia mendapatkan dukungan. Hadits Rasulullah : “ Cintailah anak-anak kecil dan sayangilah mereka …:” (H.R Bukhari) • Memberikan pendidikan mengenai yang haq dan bathil “Dan janganlah kamu campur adukan yang haq dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang haq itu, sedang kamu mengetahui .”(Q.S 2:42) Seperti bahwa berbohong itu tidak baik, memberikan sedekah kepada fakir miskin itu baik. • Memenuhi janji Hadits Rasulullah :”…. Jika engkau menjanjikan sesuatu kepada mereka, penuhilah janji itu. Karena mereka itu hanya dapat melihat, bahwa dirimulah yang memberi rizki kepada mereka.” (H.R Bukhari) • Meminta maaf jika melakukan kesalahan • Meminta tolong/ mengatakan tolong jika kita memerlukan bantuan. • Mengajak anak mengunjungi kerabat 3. Pendidikan intelektual Menurut kamus Psikologi istilah intelektual berasal dari kata intelek yaitu proses kognitif/berpikir, atau kemampuan menilai dan mempertimbangkan. Pendidikan intelektual ini disesuaikan dengan kemampuan berpikir anak. Menurut Piaget seorang Psikolog yang membahas tentang teori perkembangan yang terkenal juga dengan Teori Perkembangan Kognitif mengatakan ada 4 periode dalam perkembangan kognitif manusia, yaitu: Periode 1, 0 tahun – 2 tahun (sensori motorik) • Mengorganisasikan tingkah laku fisik seperti menghisap, menggenggam dan memukul pada usia ini cukup dicontohkan melalui seringnya dibacakan ayat-ayat suci al-Quran atau ketika kita beraktivitas membaca bismillah. Periode 2, 2 tahun – 7 tahun (berpikir Pra Operasional) • Anak mulai belajar untuk berpikir dengan menggunakan symbol dan khayalan mereka tapi cara berpikirnya tidak logis dan sistematis. Seperti contoh nabi Ibrahim mencari Robbnya. Periode 3, 7 tahun- 11 tahun (Berpikir Kongkrit Operasional) • Anak mengembangkan kapasitas untuk berpikir sistematik Contoh : Angin tidak terlihat tetapi dapat dirasakan begitu juga dengan Allah SWT tidak dapat dilihat tetapi ada ciptaannya. Periode 4, 11 tahun- Dewasa (Formal Operasional) • Kapasitas berpikirnya sudah sistematis dalam bentuk abstrak dan konsep 4. Pendidikan fisik • Dengan memenuhi kebutuhan makanan yang seimbang, memberi waktu tidur dan aktivitas yang cukup agar pertumbuhan fisiknya baik dan mampu melakukan aktivitas seperti yang disunahkan Rasulullah “ Ajarilah anak-anakmu memanah, berenang dan menunggang kuda.” (HR. Thabrani) 5. Pendidikan Psikis “Dan janganlah kamu bersifat lemah dan jangan pula berduka cita, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (QS. 3:139) • Memberikan kebutuhan emosi, dengan cara memberikan kasih saying, pengertian, berperilaku santun dan bijak. • Menumbuhkan rasa percaya diri • Memberikan semangat tidak melemahkan 1.3.Definisi Pendidikan Menurut Perspektif Nasional Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya pedagogis untuk menstranfer sejumlah nilai yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa kepada sejumlah subjek didik melalui proses pembelajaran. Sistem nilai tersebut tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar pandangan hidup bangsa itu. Rumusan pandangan hidup tersebut kemudian dituangkan dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan. Dalam Undang-Undang Dasar dan perundang-undangan itu pandangan filosofis suatu bangsa di antaranya tercermin dalam sistem pendidikan yang dijalankan. Bagi bangsa Indonesia, pandangan filosofis mengenai pendidikan dapat dilihat pada tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 paragraf keempat. Secara umum tujuan pendidikan nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Kemudian secara terperinci dipertegas lagi dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Rabu, 02 November 2011

STKIP Darul Husna Bima

STKIP Darul Husna Bima adalah lembaga pendidikan tinggi yang mengelola pendidikan keguruan setingkat stara satu (Sarjana), pendirian STKIP Darul Husna Bima merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat Bima akan pemerataan dan penyetaraan akses pendidikan tinggi. disadari sepenuhnya bahwa kebutuhan akan tenaga edukatif khususnya guru merupakan suatu hal yang harus dicarikan solusi yang cepat, tepat dan akurat sehingga dengan demikian STKIP Darul Husna Bima tampil sebagai lembaga yang siap memberikan pelayanan kepada masyarakat seutuuhnya dan khususnya masyarakat Bima yang membutuhkan percepatan akses pendidikan tinggi yang dimaksud. STKIP Darul Husna Bima dalam menyelenggarakan proses pendidikan dan pengajaran dengan membuka 3 (Tiga) program study setara strata satu (S1) yakni : a. Program Studi S1. Pendidikan Guru Sekolah Dasar, b. Program Studi S1. Pendidikan Seni Rupa, c. Program Studi S1. Pendidikan Matematika. STKIP Darul Husna Bima berdiri atas prakarsa Yayasan Pendidikan Darul Husna Bima bersama unsur pemerintah dan masyarakat Ambalawi yang dideklarasikan tanggal : 02 Juli 2011 (Lampiran 4) yang ditandatangani secara bersama-sama oleh masing-masing unsure yang mewakili. Yayasan Pendidikan Darul Husna sendiri berdiri bersdarkan Akte Notaris No: 46 Tahun 2003, tanggal 16 Juli 2003 (Lampiaran 5) dengan menjalankan beberapa jenis usaha Yayasan yakni : 1) Mendirikan Taman Pendidikan Al-Qur’an dan mulai beroperasi pada tanggal 21 April 2002 2) Mendirikan SMP-Plus Darul Husna Ambalawi pada tanggal 02 Mei 2002 dengan jumlah siswa pertama pada tahun pelajaran 2002/2003 sebanyak 24 orang dan pada tahun ajaran 2011/2012 jumlah siswa yang tertampung berjumlah 246 siswa dan selama menjalankan roda usaha sudah 7 (tujuh) kali menamat siswa. 3) Pada tanggal 21 Juli 2005 mendirikan SMA Darul Husna Ambalawi dengan jumlah siswa pada tahun pelajaran 2005/2006 sebanyak 36 orang dan pada tahun 2011/2012 jumlah siswanya sebanyak 276 Siswa dengan 4 (empat) kali menamatkan siswa. 4) Pada tanggal 21 Juli 2005 mendirikan MI-Plus darul husna Ambalawi dengan jumlah siswa tahun pelajaran 2005/2006 sebanyak 22 orang siswa dan sampai pada tahun pelajaran 2011/2012 jumlah siswa sebanyak 76 orang siswa dengan 1 (satu) kali menamatkan siswa. 5) Pada tanggal 01 Juli 2007 mendirikan MTs Darul Husna Ambalawi dengan jumlah tahun pelajaran 2007/2008 sebanyak 34 orang siswa dan pada tahun pelajaran 2011/2012 sejumlah 89 orang siswa dengan 2 (dua) kali menamatkan siswa. 6) Pada tanggal 01 Juli 2010 mendirikan Madrasah Aliyah Darul Husna Ambalawi dengan jumlah siswa tahun pelajaran 2010/2011 sebanyak 37 orang dan pada tahun pelajaran 2011/2012 jumlah siswa sebanyak 65 orang. Oleh adanya keberhasilan dan peran nyata yang sudah diberikan oleh Yayasan Pendidikan Darul Husna sebagai wujud keseriusan Yayasan dan Pengembangan usaha Yayasan maka pada tanggal 02 Juli 2011 dilakukanlah Deklarasi pendirian Kampus STKIP Darul Husna Bima. Antusiasme atau respon masyarakat Bima begitu besar terhadap keberadaan STKIP Darul Husna Bima