Jumat, 23 September 2011

Naskah Bo' Sangaji Kai

A. Latar Belakang
Bima sekarang merupakan daerah Kabupaten dan Kota di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Barat, posisinya yakni berada diujung timur Pulau Sumabawa. Bima juga dahulunya merupakan salah satu kerajaan termashur dengan Indra Zamrut putra Sang Bima sebagai Raja pertamanya dan dimulai sejak abad 11 M yang ditandai dengan Prasasti Wadu Pa’a. Seiring dengan perkembangan waktu, mulai dari abad 17 M, Bima tampil sebagai kerajaan Islam dengan sebutan “Kesultanan” yang tepatnya pada tanggal 15 Rabiul Awal 1050 H atau bertepatan pula dengan tanggal 5 Juli 1640 M. Adapun Sultan pertamanya ialah Sultan Abdul Kahir (Ma Bata Wadu) sebagai tonggak penegak syariat Islam (Abdullah Tajib, 1996 :105).
Sejak itu, peranan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Kesultanan Bima sangatlah besar, dengan kata lain Islam ditetapkan menjadi dasar negara, dengan demikian urusan agama menjadi tanggung jawab negara. Sultan sebagai kepala pemerintah bersama para ulama anggota lembaga pemerintahan yang bernama “Sara Hukum“ bertanggung jawab dalam pembangunan kepribadian masyarakat dibidang agama.
Tidaklah mengherankan apabila sejak pertengahan abad 17 M, Bima tampil sebagai pusat penyiaran Islam di wilayah Nusantara bagian timur, bersama Ternate dan Makassar. Bahkan menjelang akhir abad 17 M, peran Bima lebih besar dibanding Ternate dan Makassar. Hal tersebut dikarenakan pada akhir abad 17 M Belanda sudah berhasil melunakkan Sultan Mandarsyah Ternate dan kemudian pada tahun 1669 dapat melumpuhkan kekuatan Makassar sebagai kesultanan yang disegani di Indonesia bagian timur dibawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin. Sejak saat itu, Bima di kepulauan Sumbawa merupakan kesultanan di Indonesia timur yang tersohor. karena ketaatannya kepada agama Islam maka Kejayaan Islam di Bima berlangsung cukup lama yakni sampai dengan pertengahan abad 20 M (Dr. Peter Cary, 1986:85).
Pada kurun waktu yang sama Belanda melalui zendingnya gagal menjadikan Bima sebagai pusat penyiaran agama Kristen Protestan, hanya sebagian kecil dari masyarakat Donggo Ipa yang berhasil dikristenkan. Begitu pula dengan ambisi Portugis untuk menjadikan Bima sebagai pusat pengembangan agama Kristen Katholik. Para misionaris Portugis tidak mampu mewujudkan impiannya, masyarakat Bima tetap taat pada agamanya. Raja-raja Bali (Gelgel dan Karangasem) yang pada pertengahan abad 17 M juga berusaha menyebarluaskan pengaruh agama Hindu di Nusa Tenggara, dapat digagalkan oleh Kesultanan Bima, mereka hanya berhasil mengembangkan pengaruh Hindu di Pulau Lombok.
Terlepas dari apa yang disampaikan sebelumnya, menyangkut tentang arti penting Sumber Sejarah, dapat dikatakan bahwa Sumber sejarah merupakan salah satu hal yang memiliki nilai yang tinggi dalam mengungkap atau merekonstruksi tentang berbagai masalah atau peristiwa masa lalu yang pernah terjadi. Hal ini disebabkan oleh keberadaan Sumber sejarah tersebut sebagai salah satu perekam data atas apa yang menjadi pengalaman serta tindak-tanduk umat manusia sebelumnya untuk dianalisis serta dinilai pada masa sekarang agar dapat dijadikan sebagai pijakan dan tauladan bagi masa-masa berikutnya. Selanjutnya sumber sejarah terdapat dua bentuk yang berdasarkan pada kedekatannya dengan peristiwa sejarah yakni yang disebut dengan sumber primer dan sumber sekunder.
Sebagaimana yang dikemukakan diatas bahwa sumber terdiri atas dua yaitu sumber Primer dan Sekunder. Sumber primer adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu peristiwa itu terjadi sementara Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Tentunya untuk mengetahui bahwa sumber tersebut merupakan sumber primer ataupun sumber sekunder tentunya kita nantinya akan melakukan pengujian atas sumber-sumber tersebut, hal ini akan sesuai dengan koridor dalam penelitian sejarah yakni melakukan kritik atas sumber yang sudah dikumpulkan. Adapun ketika kita melaksanakan kritikan menyangkut tentang fisik/bentuk sumber berarti kita melakukan kritik ekstern atau kritikan dari segi luar dari pada sumber tersebut sedangkan ketika kita melakukan pengujian terhadap isi ataupun hal-hal yang disampaikan oleh sumber berarti kita melakukan kritik intern.
Naskah Bo’ yang merupakan salah satu sumber utama sejarah lokal daerah Bima, tentunya tidak mesti diragukan kembali keasliannya kalau dilihat dari segi fisik ataupun ketika kita hendak melakukan kritik ekstern daripadanya, hal tersebut dikarenakan Kitab Perjalanan Kerajaan/kesultanan Bima ini berada dalam perawatan dan penjagaan oleh Museum Samparaja Bima. Sementara menyangkut tentang kritik Intern terhadap Naskah Bo’ Sangaji Kai (Catatan Kerajaan Bima) patut untuk kita melakukan analisis kritikan lebih lanjut, hal ini bukan karena kita meragukan kebenaran tentang apa yang disampaikan dalam Kitab (Naskah) Bo’ tersebut, melainkan agar kita terhindar dari penafsiran-penafsiran yang keliru atas data-data yang tersaji ataupun yang disampaikan dalam kitab Bo’ tersebut. Olehnya demikian itu, memungkinkan penulis untuk melihat dan mengakaji sejauhmana tentang “faedah” serta “Kegunaan” Naskah Bo’ sebagai sumber sejarah Lokal daerah Bima yang dijadikan sebagai bahan rujukan utama dalam mengungkap kejadian-kajidian yang ada di Kesultanan Bima.
Menyangkut tentang apa yang dipertanyakan tersebut diatas, nantinya diharapkan dapat ditemukan jawaban yang tepat dan pasti setelah penulis melakukan pengkajian serta penelitian lebih lanjut menyangkut tentang keberadaan Naskah Bo’.
Adapun hal-hal yang membuat penulis tertarik melakukan kajian pada tematik ini mengingat Naskah Bo’ merupakan suatu catatan kuno yang memiliki nilai historis tinggi, dimana naskah ini adalah kronik kerajaan yang ditulis di Istana Bima dari abad ke-17 sampai ke-19. Tujuan utamanya adalah merekam semua peristiwa penting dalam kehidupan negara; perang dan perdamaian, silsilah raja-raja, upacara untuk para pembesar kerajaan, hubungan dengan beberapa kerajaan sekitarnya, urusan dagang, perjanjian dengan Kompeni Belanda serta berbagai aspek lain dari masyarakat dan kebudayaan Bima ikut terekam pula, seperti perkembangan agama Islam, undang-undang, tata sosial, hukum tanah, pakaian kebesaran, dan lain sebagainya. Bo' juga merupakan sebuah dokumen yang luar biasa padat dan terperinci tentang kehidupan politik dan budaya sebuah kerajaan di bagian timur Indonesia pada masa Islam dan selama periode kolonial.
= Bersambung =

Tidak ada komentar: