Kamis, 29 Juli 2010

pertempuran Pikiran dan Bathin

Aku heran pada diriku. Aku anggap waktu istirahatku adalah saat pekerjaanku, sementara jam kerjaku aku tetap menggunakan untuk bekerja. Mungkinkah aku rakus dalam bekerja…??? Akan tetapi yang membuatku selalu malas untuk bekerja di Jam kerja ku sebab orang selau menggapnya Salah….nggak beres….dan kami harus mengerjakan mulai dari awal.
Aku tersadar akan kemampuanku, aku tidak sesempurna Profesor dan Doktor, akupun belum sebanding dengan master. Ia….ia, aku hanya pekerja, yang tidak tau siang dan malam hanya untuk bekerja. Pekerja……Ia …..kamu pasti mengerti dan tau pekerja, bekerja untuk mencari upah…..yah kalau tidak bekerja tidak ada upah. Tapi kamu khan bekerja……kenapa kamu tidak dikasih upah. Ah…lupakan saja, itu adalah bisikan iblis yang menghantui pikiranmu.
Kembalilah bekerja, anggap itu suatu stimulus bagimu untuk terus memupuk semangat dan prestasimu. Ah…..Semangat….!!! Apa itu Prestasi…..!!!, kalau kau sudah semangat dan berprestasi apa yang bisa kau dapatkan…..? adakah sebongkahan pujian yang bisa kau dapatkan, atau penghargaan yang disematkan di dadamu…..? yah ataukah sekeping dua mata uang ringgit yang sering kau belanjakan masa kanak-kanak dulu….?
Kenapa kau sering menggangguku…..Aku ingin bekerja…Bekerja dan Bekerja, walau apapun itu bahasamu aku tetap bekerja, karena kalau tidak bekerja aku tidak bisa menafkahi keluargaku. Hai…..jangan terlalu memelas begitu…….aku sebenarnya kasihan padamu……aku kira kamu dapat memahami apa yang aku bicarakan, bukannya aku melarangmu bekerja tapi kamu juga harus tau kamu bekerja dimana dengan siapa saja dan penghargaan orang terhadapmu seperti apa? Sudahlah…..sudah banyak yang bisa dicontohi…..kemarin si itu, dulunya si Anu, entahlah….sekarang siapa lagi….ya…bisa saja kamu karena dia tidak mungkin. Eh……kamu ngomong apa, jangan sembarang kalau bicara, kamu khan tau….dari tadi, aku hanya bekerja….bekerja dan bekerja. Kamu juga tidak perlu mencampuri urusanku sebab diriku tidak pernah mengenalmu sebelumnya dan untuk apa kamu so’ menasehatiku, yang terpenting hari ini aku tetap bekerja. Biar orang lain menganggapku apa, Pekerjaanku tidak pernah Rampung, Selalu membuat masalah, selalu kekanak-kanakkan, tidak bisa jaga diri, gampangan, tidak berwibawa, dan masih banyak yang lainnya itu……Itukan pandangan orang…….yah wajarlah orang menilai seperti itu, kalau saya sendiri yang menilai diriku seperti itu itu baru tidak wajar, karena menurutku Aku adalah diriku yang ditiap harinya hanya untuk bekerja, bekerja dan bekerja, Kalau masalah rampung dan tidaknya suatu pekerjaan tergantung dari cara orang memandanglah, kalau pekerjaanmu segudang….mampu…ngga’ kamu kerjakan dalam sehari belum lagi keluarga membutuhkanmu, anak menangis memanggil dirimu, kawan membutuhkan bantuanmu, orang tuamu memanggilmu, atau istrimu marah karena melihatmu bekerja terus.
Nah…….Yang ini…nich, Selalu membuat masalah!. Jangan salah yah….kita memang ada bersama masalah, kita terlahir karena terjadinya sebuah masalah yakni terjadi gesekan diantara bagian-bagian tertentu, sementara kita dibesarkan dengan penuh masalah, baik itu menyangkut tidak sanggupnya orang tua membelikan susu, tidak sanggup membawa ke Dokter kalau sakit, tidak bisa membelikan baju baru saat lebaran, tidak bisa membawa libur saat ada waktu luang, dan itulah masalah…entahlah kamu juga menggap ini adalah masalah atau tidak? Selalu kekanak-kanakan. Sungguh aku tidak mau lagi ngomong dan membahas ini lagi karena aku masih kekanak-kanakan, sebab anak-anak yang duduk di Taman Kanak-kanak tidak biasa ….yah tidak bisa pokoknya banyak yang dia tidak bisa. Oooooo aku mengerti……disinilah mereka anggap aku tidak bisa….karena aku masih kanak-kanak, memang….kamu itu masih kanak2 tapi entahlah siapa yang lebih kanak2.
(Bersambung)

Nasehat Untukku Sendiri


BUKTIKAN KALAU DIRIMU SANGGUP MENGGUNAKAN TITIPAN INI SEBAGAI WUJUD PERTANGGUNGGUNG JAWABANMU TERHADAP-NYA.
JANGAN PERNAH MENYANGKAL BAHWA APA YANG ADA DAN KAMU LIHAT BUKAN MERUPAKAN KEBUTUHAN DALAM KEHIDUPANMU, AKAN TETAPI COBALAH MEMILAH DAN MEMILIH APA YANG PENTING PADA SAAT INI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN ITU.
BELAJAR JUJUR BUKAN SEMATA-MATA UNTUK PEMENUHAN KEBUTUHAN DUNIAWI TAPI ITU JUGA DEMI KETERCAPAIAN DAN KEDAMAIAN DALAM KEHIDUPAN AKHIRATMU.

Kamis, 22 Juli 2010

Achul Mandi Pertama Kali

Achul Putraku yang ke2 mandi Pertama kali pada Hari Sabtu Tanggal 23 Mei 2009 Pukul 08.00, Ia menangis, yah...menangis, dia merasa kaget dengan alam barunya, dia merasakan ada suatu zat yang cenderung memenuhi namun setelah berbaur dengan dirinya Zat tersebut jatuh dan meninggalkan sisa-sisa dalam tubuhnya. Sekarang tanggal 26 Juli 2010, achul sudah mulai berjalan, memutar, mengitari sesuai keinginannya.
Achul terlahir dengan Nama asli Yusmi Putra Sulham dengan berat badan 4,2Kg dengan beberapa tanda lahir yang melekat dalam tubuhnya laksana tato-tato di bagian tangannya. Ia...Sekarang dia udah pintar, dia sangat rajin belajar, dia juga dapat memahami apabila ia disuruh apalagi disuruh cium tangan (salaman) dan pada hari Minggu tanggal 25 Juli 2010, dia sudah pintar mengusap-ngusap mukanya menggunakan tissue basah miliknya.
andai engkau mengenal sosok Achul, kau pasti keheranan melihat tingkahnya, umur 1,2th sudah banyak yang ia bisa lakukan termasuk mengutak-atik file yang disimpan di Laptop Bapaknya. yah....jangan ditanya kalau mengutak-atik HP, mulanya dia laksana menjawab panggilan dari nomor masuk setelah itu menyimpan HP dilantai baru dia kemudian menelepon kembali.
Achul "Anak-nya pandai, mendapatkan Cinta secara utuh, Hidup dalam keluarga yang sederhana, selalu berUsaha untuk mendapatkan apa yang ia  inginkan, karena harapannya adalah suatu hal Lumrah dalam usianya masa ini".

Jumat, 16 Juli 2010

Kampungku

Dusun Jala Desa Nggembe Kecamatan Bolo Kabupaten Bima. ia.......disinilah aku dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuaku. Walau.....walau kampungku pada awal tahun 1990-an Kampungku pernah disebut sebagai Daerah [KUMIS] kumuh-miskin lho...., tapi terus terang aku Bangga memiliki Kampung seperti itu, masyarakat didalamnya tidak pernah berdiam diri, mereka terus bekerja dan bekerja. Pekerjaan mereka memang ada di laut yakni menjala ikan.
Masa kecil dulu ya....., Kita ditiap paginya Bakar ikan, kalau saya jangan ditanya.....yah....pasti ikan yang besar aku bakar, sementara teman2ku mereka ambil ikan besar mereka jual, katanya sih uang nya banyak kalau jual ikan besar, kalau saya bilang....sih......kalau kita makan ikan yang besar pasti gizinya banyak dan kita akan pintar. catatan: memang bukan karena makan ikan kita bisa pintar, tapi harus diimbangi dengan belajar yang giat.
dusunku....Dusun Jala........
Aku akan berjuang supanya kamu terbangun...
Aku akan bekerja untuk menatamu......
Aku akan berbuat untukmu.

Rabu, 14 Juli 2010

Ungkapan maaf

Bekerja siang dan malam membuat diriku kurang memenuhi kasih sayang bagi Istri dan anak2ku, aku tau dan aku sadar apa yang aku lakukan ini, tuntutan pekerjaan serta tugas membuat aku bersikap seperti ini.
Namun sebagai ungkapan maafku atas apa apa yang aku perbuat diatas, perkenankanlah aku untuk mengeluarkan isi hatiku kepadamu wahai istri dan anak2ku terseyang.

Istriku Sayang............
Sungguh aku sangat menyayangimu.....
Aku tau dirimupun demikian.......
aku juga sadar akan kebutuhanmu
tapi aku juga tidak bisa menghindar dari tugas dan pekerjaanku

My Wife .........
Harapan akan kebahagiaan dihari esok
membawaku untuk berbuat dan bekerja keras pada hari ini
walau apa yang aku lakukan ini akan mengorbankan perasaanmu
karena ada rasa kurang perhatiannya diriku padamu.....

Sayang.....
Yang kuharapkan darimu saat ini......
Janganlah kau pernah menganggap diri ini.....menghianatimu....
Semata tuntutan tugas dan pekerjaanlah membuatku begini....
Semoga.....kau mengerti apa yang akan aku persembahkan untukmu.

Anak2 ku........
Abhil.....Sabar yah...Nak
Bapak mengerti akan kerinduanmu pada Bapak....
Bapak sadar akan kebutuhanmu.....
tapi bapak sekarang sedang banyak tugas dan pekerjaan yang perlu bapak selesaikan

Achul......Jangan rewel yah nak
Bapak selesaikan pekerjaan Bapak dulu yah nak....
Bapak tau ko' achul butuh kasih sayang dan perhatian dari Bapak
Tapi bapak selesaikan pekerjaan Bapak dulu yah Nak..

Bapak Janji Pada Kalian semua......
sehabis pekerjaan ini...Bapak akan Bawa kalian berlibur......
Tapi tidak jauh-jauh yah......
yang jelas kita akan seharian menghabiskan waktu bersama.

Salam Do'a dan kasih sayang selalu untuk keluargaku
Kasih sayang akan senantiasa kucurahkan padamu istriku sayang....
dan kedua anakku peluk cium akan senantiasa tercurah pada kalian semua.

Bima, 15 Juli 2010.

BAB I

PENDAHULUAN

A. DASAR PEMIKIRAN

Generasi muda diharuskan mangenal sejarah dan mengembangkan kenangan, perkembangan masa lalu, masa sekarang dan masa-masa yang akan datang guna memperkaya budaya daerah dan budaya nasional. Penggalian sejarah tentang perkembangan Desa Rupe selama ini hanya diwariskan melalui cerita lisan. Setiap pergantian generasi lebih kurang cerita itu banyak yang tenggelam, akibatnya generasi banyak yang melupakan sejarah dengan dasar “ sejuta ingatan lebih baik satu catatan yang bernilai sejarah”. Kurang mengenal sejarah akibatnya persatuan dan kesatuan semakin renggan ,rasa persaudaraan akan hilang.

Dari dasar pemikiran tersebut di atas permasalahan yang dihadapi saat sekarang adalah:

1 Kurang mengenal sejarah lebih-lebih sejarah perkembangan desa mereka sendiri (Desa Rupe)

2 Belum ada yang menulis sejarah perkembangan Desa Rupe dan Langgudu.

3 Persatuan dan kesatuan sekarang semakin renggang

4 Tuntutan pendekatan budaya melalui bidang study muatan lokal untuk menghimpun secara tertulis sejarah tradisional, untuk itu pemerintah harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya .

5 Bertolak dari itu bahwa presiden repubilk Indonesia pada tanggal 25 september 1989 digedung krida Jakarta mengatakan:

- “jangan lepaskan sejarah agar kita tidak jadi bangsa yang kerdil ”

- “pelaku sejarah hanya menjalani perjuangan untuk bahan sejarah, ilmuwan hanya merangkum dan merekonsruksi serta akan jadi sejarah yang benar-benar mempunyai arti jika dipahami dan diacamkan oleh generasi muda sekarang dan yang akan datang”

B. ALASAN PENULISAN

Kelangkaan sumber sejarah serta terbatas oknum sebagai narasumber merupakan penyebab utama dari kekurangan data sejarah, apabila keadaan tersebut dibiarkan bukan mustahil suatu saat akan hilang tuntas sumber sejarah ini bersama pemiliknya, sementara naskah dan sumbernya berangusur-angsur lapuk di makan hari,dan yang patut direnungkan bahwa saatnya kelak akan terputus hubungan sejarah generasi masa lalu dengan generasi masa sekarang karena tidak ada yang menjembatani.

Bukankah dengan ilmu sejarah ibaratnya penglihatan tiga dimensi yakni dalam penyelidikan masa silam itu kita tidak bisa melepaskan diri dari kenyataan–kenyataan masa kini, serta masa kini tempat kita berpijak guna membuat perspektifnya masa depan.

Sehingga alsan penulisan dari sejarah Desa Rupe dalam Langgudu adalah sbb:

  1. Ingin menggali babakan sejarah Desa Rupe sejak akhir abad 18 yang dimulai pada tahun 1880 masehi sampai sekarang ini.
  2. Mengangkat kisah Langgudu dalam sejarah Desa Rupe
  3. Memasyarakatkan/mensosialisasikan budaya baca melalui kunjungan pendekatan kepustakaan.

C. TUJUAN

Cerita Langgudu dalam sejarah Desa Rupe bisa diwariskan terus pada generasi selanjutnya. Berusaha untuk mengoleksikan buku-buku cerita pada perpustakaan yang ada terutama perpustakaan sekolah dasar dan menengah untuk kebutuhan MULOK.

D. MANFAAT

1. Agar masyarakat Desa Rupe tahu tentang sejarah terjadinya Desa Rupe

2. Akan dijadikan sebagai ilmu pengetahuan tambahan yang dimuat dalam mata pelajaran muatan lokal

3. Sebagai sumber referensi yang dapat membantu dalam penelitian ilmu terkait

E. SASARAN

Seluruh masyarakat dan generasi penerus bisa menggali, mengembangkan dan mempertahankan sejarah budaya daerah dalam memperkaya kebudayaan Nasional.

F. METODOLOGI PENULISAN

Agar pengamatan atau penelitian terhadap sesuatu kejadian lebih terarah serta mencari keterkaitannya, maka dalam penulisan sejarah perlu menggunakan metode khusus, di samping metode penulisan suatu kejadian perlu di bantu dengan menarik suatu garis vertical dan garis horizontal. Garis vertical adalah garis internal sejarah, sedangkan garis horizontal adalah garis eksternal sejarah yang diamati.

Penting atau tidaknya suatu kejadian akan di tulis dalam sejarah tergantung kepada yang menulis sejarah itu. Oleh sebab itu gambaran masa lampau itu tidak selalu sama dalam penulisan sejarah.

Adapun metode yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Metode pendekatan budaya yaitu; cara pengumpulan informasi dan data melalui tehnik wawancara dengan sumber data.

2. Metode Observasi, yaitu mengamati dan melihat langsung objek-objek tertentu yang berhubungan dengan uraian dan pengembangan judul.

3. Metode kepustakaan, yaitu mencari literatur-literatur yang relevan terutama buku-buku yang memuat sejarah dan budaya mbojo yang sekarang sudah dibagi tiga wilayah yakni; Kabupaten Bima, kabupaten Dompu dan kota Bima.

Kejadian-kejadian masa lampau itu demikian banyaknya sehingga tidak mungkin kita ketahui semua dan pelajari. Seluruh waktu hidup kita tidak cukup untuk menjangkau. Kejadian-kejadian yang dipelajari dalam sejarah itu pada pokoknya hanya meliputi kejadian-kejadian yang penting saja. Kejadian yang mempunyai arti bagi kemanusiaan dan kejadian yang dipelajari itu bukan kejadian berdiri sendiri.

BAB II

GEORAFI DAN SUMBER SEJARAH

A. LETAK dan GEORAFI

1. Batas Desa

Desa Rupe adalah sebuah desa yang berada di wilayah kabupaten Bima kecamatan Wawo bagian selatan sekarang kecamatan Langgudu yang letaknya di teluk waworada dengan batas-batas wilayah:

- Sebelah timur berbatasan dengan Desa Mangge kecamatan Lambu

- Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kalodu kecamatan langgudu

- Sebelah barat berbatasan dengan Desa Karumbu kecamatan Langgudu

- Sebelah selatan berbatasan dengan laut hindia

2. Iklim

Desa Rupe beriklim tropis. Curah hujan rendah, curah hujan rata-rata dalam satu tahun hanya 4 bulan yakni dalam bulan desember, januari, pebruari, Maret. Tidak heran pada musim kemarau gunung-gunung dan pepohonan menjadi coklat kelabu nan kering.

3. Luas Wilayah

Luas wilayah terbagi dalam tiga wilayah yaitu:

- Wilayah dataran tinggi/pegunungan

- Wilayah dataran rendah (pemukiman dan pertanian)

- Wilayah laut (nelayan/perikanan)

4. Gunung-gunung (doro)


- Doro solu (Gunung solu)

- Doro pana (gunung panas)

- Gunung kalendo

- Gunung Donggo masa

- Gunung Donggo toa

- Gunung wuamarinda

- Gunung butu Dungga

- Gunung kasorokai

- Gunung doro umbu

- Gunung butu nawa


5. Sungai-sungai (sori)


- Sungai/sori rue

- Sungai/sori nocu

- Sungai/sori barangki

- Sungai/sori sambane

- Sungai/sori jambata kandenta

- Sungai/sori rore

- Sungai/sori oi ua

- Sungai/sori dumu

- Sungai/sori nggira

- Sungai sorobali

- Sungai ncake

- Sungai/sori temba u’a

- Sungai/sori ngonco


6. Mata air (mada oi)


- Oi wotu

- Oi Rewe

- Oi karente

- Oi fonu

- Oi temba wa’i ramba

- Oi mada kamau

- Oi ngali ompu se

- Oi mori Rupe

- Oi mori Kurujanga

- Oi tongko

- Oi leke

- Oi sou

- Oi u’a

- Oi seli

- Oi temba raca

- Oi parafu bali

- Oi sangari

- Oi mbumbu jo

- Oi pua sulu

- Oi su

- Oi wadu lawa

- Oi sedu

- Oi ongga

- Oi temba ompu bake

- Oi ompu sa’ala

- Oi ompu suata

- Oi ompu mak

- Oi diwu ama salame

- Oi balu

- Oi lanco


7. So – SERA


Ø So Mangge Sada

Ø So Sakura Mbolo

Ø So Sawaria

Ø So Carigala

Ø So Pajakai

Ø So rasa Toi/balaco

Ø So Ompu Biro

Ø So Parongge

Ø So Pica

Ø So Peto

Ø So Koli

Ø So Lakoro

Ø So Ladue

Ø So Oi Mori

Ø So Hidi Rasa

Ø So Nggaro manti

Ø So Leke

Ø So Rade La Mani

Ø So Wawo Lare

Ø So Mpori Lembo/oro to’i

Ø So Mamba Kagento

Ø So Sarae Tolo

Ø So Mua/Wau/Maδoбo

Ø So Sambe

Ø So Kalongko

Ø So Sakowo

Ø So Sarume.


8. Tanjung-Tanjung


a. Tanjung Langgudu

b. Tanjung Toronuntu

c. Tnjung Ncengge

d. Tanjung Baba

e. Tanjung Langgaja

f. Tanjung Lajampa

g. TAnjung Parangga Jara

h. Tanjjung Nisa

i. Tanjung Toro Toδu

j. Tanjung Toro Mboro


  1. SUMBER SEJARAH

1) Sumber dalam Desa/terlukis

2) Cerita rakyat/sumber lisan

3) Sumber tertulis (…………………………….)

C. LEGENDA (keajaiban alam )

a. wadu la mi’a

b. oi fonu

c. oi ongga

d. oi wadu lawa

e. parafu sorobali


BAB III

SEJARAH TERBENTUKNYA DESA RUPE

A. ASAL DESA RUPE

Untuk mengetahui perkembangan sejarah dalam membangun Desa Rupe menuju tatanan pembangunan, maka terlebih dahulu diharapkan untuk mengenal sejarahnya.

Desa upe pada dasarnya berasal dari dari dua buah perkampungan dibawah pimpinan gelarang tersendiri yang memiliki corak dan cirri khas adat istiadat yang berbeda. Kedua perkampungan tersebut adalah kampong Kurujanga dan kampung Rupe.

1. Kurujanga

Kurujanga adalah sebuah perkampungan yang pertama kali bermukim di atas dataran bukit doro kalendo dan selanjutnya pindah turun kesebelah barat kaki kalendo dipinggir lokasi persawahan SO Ladue disisir pantai teluk waworada tempat tersebut sekarang disebut Hiδi Rasa. Nama kurujanga berasal dari kata Yakni Kuru dan Janga; a. Kuru berarti kurungan, b. janga berarti ayam.

Kurujanga adalah kurungan ayam, yang maksudnya bahwa masyarakat disitu terdiri dari orang-orang yang gemar berternak ayam. Untuk keamanan ayam dari musuh binatang malam, seperti musang, mereka membuat kurungan berupa anyaman jura atau keranjang dari daun nipa (ro’o laju). Selain sebagai masyarakat peternak merekapun sebagai masyarakat nelayan tradisional. Lama kelamaan sekitar abad ke-19 kampung kurujanga sedikit demi sedikit pindah keutara diantara perkampungan Karumbu dan aRupe. Wilayah pencaharian kurujanga menyebar keselatan seberang teluk waworada dari So Soro Bali, Soro Peto, Karampi, Mamba Na’e, Nanga Ni’u, Tanggani, Siδo sampai ditanjung Langgudu. Urutan kepemimpinan atau gelara dimulai, atau dibatasi sejak akhir abad ke-18 sebagai berikut:

1. Johan Ompu Tumbe 1880-1901

2. Abdul Latif Ompu sanuria 1901-1921

3. Ibrahim Ama Jawa 1921-1925

4. Talib Ompu Viva 1925-1932

5. Tayeb Abdul Latif Ompu Biba 1932-1949

6. H. Sulaiman Abdul Latif 1949-1953

Kepemimpinan yang dimulai pada tahun 1880-1932 masih diwarnai oleh gaya kepemimpinan feodalisme yang mengandalkan kekuatan fisik, karena pada jaman ini dipengaruhi oleh sistim yang dipraktikkan oleh kaum kolonialisme atau Negara-nagara yang menjajah. Kondisi kehidupan yang ada di kampong Kurujanga dimana rakyat selalu merendahkan diri kepada pemimpinnya karena merasa lemah baik fisik, maupun mentalnya lebih-lebih pengetahuannya masih rendah. Oleh karena pada jaman itu persaratan utama untuk menjadi seorang gelarang atau kepala desa adalah kuat fisiknya, mampu mentalnya dan karismanya untuk menguasai dan mengatur rakyat yang dipimpinnya.

Kepemimpinan yang dilaksanakan pada tahun 1932-1953 atas nama; a. Tyeb Abdul Latif (ompu biba 1932-1949), b. H. Sulaiman Abdullatif 1949-1953.

Dua babakan sejarah kepemimpinan yang dilakukan oleh dua orang gelarang di atas sudah mulai dipengaruhi masuknya jaman kemerdekaan yang sistim kekuasaan pemimpin mulai diatur secara kondusif dan terbuka.

Peralihan sebagai babakan awal peraliahan sejarah kepemimpinan feodalisme dan otoriter menuju kepemimpinan yang demokratis. Mulai pada saat itu pula pembenahan dan penyempurnaan dilakukan menuju administrasi yang teratur.

2. Rupe

Asal mula perkampungan Rupe bertempat tinggal di atas dataran bukit doro umbu, kemudian berpindah kedataran rendah diantara so doro pana, so cari gala yang disebut sekarang rasa to’i.

Lama kemudian atas kesepakatan bersama, mereka pindah kesebelah barat doro umbu di tepi sungai Rupe.

Rupe berasal dari kata “rapu”

Rapu artinya rapat yakni selalu dekat, sehingga Rupe berarti selalu dekat.

Rapu, rapat atau selalu dekat adalah kebiasaan masyarakat disitu untuk menanggapi atau membahas sesuatu yang akan diselesaikan melalui perkumpulan “ndapo ro rapu” (rapat). Berkumpul rapu atau rapat itu terutama mendekatkan diri guna menerima perintah dari Baginda Raja Bila. Wilayah penyebarang pencahariannya kearah timur dari So Sambane, Rore, Oi U’a, Dumu, Nggira, Kangga sampe ketanjung La Jampa dan doro to’i.

Urutan kepemimpinan atau gelarang dibatasi sejak akhir abad ke-18 yakni sebagai berikut:

1. Jamal Ompu Fa 1885-1905

2. Danggi Ompu Muna 1905-1913

3. Saleh ama Haka 1913-1925

4. Haji Rahe 1925-1946

5. Usban Ompu sarume 1946-1953

Kepemimpinan yang dimulai pada tahun 1885-1946 masih mengandalkan kekuatan fisik, karena pada jaman itu dipengaruhi oleh keganasan Negara-nagara yang menjajah sistim kekuasaan pun belum teratur secara administrasi yang baik sedangkan kepemimpinan yang dilakukan oleh Usman Ompu sarume 1946-1953 sudah mulai ditata secara administrasi walaupun belum maksimal.

B. PENGABUNGAN GELARANG KURUJANGA DAN GELARANG RUPE

Latar belakang penggabungan kedua gelarang tersebut yaitu, dengan adanya kebijakan pemerinatah “Sampa Raja Bima” tahun 1953 yakni dengan mengambil nama gelarang Rupe.

Orang pertama yang menjabat sebagai Gelarang Rupe pada saat itu bernama usman di angkat menjadi Ompu tua atau gelarang Desa Rupe, sedangkan gelarang kurujanga bernama H. Sulaiman Abdul Latif di angkat menjadi Ompu sampela atau wakil gelara desa Rupe. Kedua gelara yang digabung di atas memiliki ciri khas yang berbeda dan menempati pemungkiman lahan pencarian yang tetap seperti keasliannya dahulu.

C. URUTAN GELARANG/KEPALA DESA RUPE

Setelah bergabungnya gelara kurujanga dan Rupe maka secara Kronologis kepemimpinan Desa dipangku oleh:

1. Usman Ompu sarume Gelrang Desa Rupe pada tahun 1953-1968

2. Bahnan M.Ali, dari kalangan guru agama terpilih pada pemilihan kepala Desa Rupe yang pertama pada tahun 1968-1970

3. H. Sulaiman Abdul Latif sebagai wakil kepala Desa menjabat rangkap pejabat kepala desa Rupe 1970-1973

4. M.Saleh H. Mansyur BA dari kalangan guru SD terpilih pada pemilihan kepala Desa tahun 1973-1978.

5. Abdul Muthalib Ali dari kalangan guru agama terpilih pada pemilihan kepala Desa Rupe masa bakti 1978-1985

6. Abdurrahman jamaludin dari kalangan ABRI tertpilih untuk masa bakti 1985-1993

7. Abdurahman Jamaludin terpilih kembali masa bakti 1993-2002

8. Nukrah H. Mtoib 2002-2007

9. Nukrah H. M.Toib 2007-20012.

Abdurahman jamaludin terpilih menjadi kepala Desa Rupe pada saat menjabat sebagai BABINSA Wawo Selatan dan dilahirkan di Desa Tawali Kecamatan Wera.

Dalam menjalankan roda pemerintahan dibantu oleh sekretaris Desa, lima orang kepala urusan, delapan kepala dusun dan di Bantu pula oleh 35 orang ketua RT.

Kepala desa sebagai tenaga administrator, pelaksana Pembina dan motifator masyarakat mempunyai tugas dan tanggung jawab yang berat dalam memimpin, mengarahkan dan membina masyarakat Desa Rupe yang berjumlah 8763 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) 4528 KK.

.


BAB IV

TAHAPAN-TAHAPAN YANG DICAPAI DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA RUPE

Pelita demi pelita yang di laksanakan di Desa Rupe sejak tahun 1953 sampai sekarang mengalami kemajuan yang seiring dengan perkembangan dan tuntutan di segala bidang kehidupan yang sesuai dengan arah dan kebijakan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

Adapun tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pertanian

Kondisi Masyarakat Rupe sejak dahulu sampai sekarang, merupakan masyarakat yang gemar bertani, dan bertani inipun adalah turun temurun dari raja Bima yang bernama Indra Komala

Untuk mengolah lahan pertanian khususnya sawah, memmerlukan peralatan-peralatan yaitu terdiri dari:

a. Nggala (Luku): terbuat dari kayu dengan ukuran tinggi 1 meter, nggala ini mempunyai alat-alat pelengkap seperti

1. Santira : Juga terbuat dari kayu panjangnya 2,5 meter

2. Oka : Panjang 1 meter diapit oleh 2 pengapit berukuran 50 cm.

3. Ai pehi : Ai ambe terbuat dari daun nipa (ro’o laju) 2 ikatan masing-masing 4 m yang dililit (pote) secara tradisional.

4. Pehi : Di buat dari kulit kerbau (leher)

5. Na’o : Terbuat dari besi yang berukuran 20 cm bertangkai kayu ukuran 20 cm

Nggala dengan seluruh perlengkapannya di pergunakan untuk rawi (membajak) tanah pertanian yang merupakan proses awal pengolahan tanah pertanian dengan memakai 2 ekor kerbau yang sudah di pasang rapi dengan menggunakan oka dan nggala. Kemudian oleh yang menyetir jalannya kerbau harus menggunakan bahasa tersendiri seperti ARI dan DEI, atau jeje dan yaya.

Bila kerbau itu ingin di belokan ke kiri harus di iringi dengan kalago yang berbunyi je…je…e…e…e dengan menyebut nama kerbau misalnya la-romba, la-rambe, la-salama dan lain-lain.

Rawi tersebut diawali dengan pota (nggaka), yang kemudian setelah selesai itu akan di tompo atau baja yang kedua dan ketiga.

b. Cau (Alat Peghancur dan meratakan tanah setelah dibajak): terbuat dari kayu dengan ukuran 1 meter yang santirannya juga dari kayu lebih kuran 2 meter. Cau itu dilaksanakan apabila tanah yang sudah di bajak tadi di aii sekitar 4 hari sampai tanah tersebut membusuk. (mbai) dengan tujuan untuk meratakan tanah yang sudah di bajak tadi, dan setelah itu tanah siap ditanami dengan padi (mura/puri).

Tetapi pada tanah yang rawa-rawa langsung di pergunakan ledi (di injak kaki kerbau), kemudian diakhiri dengan cau. Pengolahan tanah pertanian di desa Rupe khusnya di sawah dan kebun sekarang sudah di ganti dengantehnik-tehnik pengolahan moderen yang menggunakan traktor sebagai wujud nyata pemberdayaan uaha tani.Sebelum tahun 1979 bahwa para petani di desa Rupe menanami sawahnya dengan padi hanya 1 kali, dengan menanam padai yang sekali hasil setahun tidak mencukupi kebutuhan bahan makanan, maka untuk membantu untuk mencukupi makanan oleh dou Rupe mencari umbi-umbian (lede) dan karampi hasilnya saja, dan itupun belum mencukupi kebutuhan hidup. Sehingga pada tahun 1980 oleh pemerintah mengeluarkan padi Gora sebagai pengganti padi yang biasa ditanam dengan 1 kali panen, bahwa padi tersebut merupakan bibit pengganti yang dipanen 3 kali setahun. Bahkan ada seorang petani yang tidak menerima keberadaan padi gogo ranca (namanya ada pada penulis). Lama kelamaan akhirnya diterima juga. Dengan gora itu pula bukan saja di tanam di sawah dan di kabun bahkan di ladangpun di hijaukan oleh gora sehingga Rupe merupakan Desa yang makmur.

2. Peternakan

Beternak ayam sudah diuraikan pada penjelasan terdahulu. Sementara itu, Beternak kerbau, kuda dan kambing, dilakukan secara alamiah di lepas kegunung dan lembah padang rumput. Sekali tuan atau pemiliknya memanggil dengan menggunakan panggilan nama yang bisa menjinakan hewan tersebut, dan berpulanglah hewan itu bersama temannya. Kuda di jadikan untuk alat transportasi dan pengangkutan hasil pertanian, serta ditunggangi dan untuk pacuan dan pasukan berkuda pada waktu berperang. Sedangkan kambing dan ayam dibutuhkan pada saat ada acara do”a dan hajatan atau kenduri. Bila tuannya ingin menjual hewan I lakukan dengan dua cara yaitu Penukaran dengan uang dan Penukaran dengan barang (barter).

3. Nelayan

Nelayan merupakan salah satu pencaharian yang diawali dengan sistim tradisional dengan memakai alat penangkapan yang tradisional pula seperti:

a. Katotu

Katotu terbuat dari belahan-belahan bamboo yang dianyam berbentuk keranjang segi empat dengan ukuran berdasarkan seleranya masing-masing, tetapi biasanya diperkirakan yang besar ukurannya 2m x 1m x 50 cm. di bagian kepala katotu di beri lubang sebagai tempatnya masuknya ikan. Ikan yang telah masuk ke dalam katotu tidak bisa keluar kembali. Katotu tersebut di masukkan ke laut untuk tempat peristirahatan ikan sekitar wilayah karang (taka) selama 3 sampai 5 hari, kemudian oleh pemilik katitu di ambil dengan memakai perahu tradisional (sampa/luna).

b. Sai

Alat ini merupakan alat penangkapan tradisional Desa Rupe yang di pasang atau di tancap pake tiang (te’e) di muara sungai (nanga) pada saat air laut pasang (teka) dan pengambilan (panen ikan) yang masuk tertangkap oleh sai yaitu ketika air laut surut (londo). Sai tersebut di buat dari bambu yang sudah di belah yang di rakit dan terikat rapat dengan menggunakan tali rotan (miro) atau tali dari daun nipa ( ro’o laju).Ukuran sai tingginya 170 cm.

c. Ala

Jenis alat ini terbuat dari benang khusus yang bisa bertahan 5-6 tahun. anyaman “ala” di lakukan dengan alat Bantu yang si sebut su’i. Su’i terbuat dari belahan bambu, kemudian dililit dengan benang, lalu ujung bawah ala di pasang dengan poco ala yang terbuat dari tembaga (tambinga) dengan tujuan bahwa alat tersebut cepat menuju ke tanah (ncimi). Ala merupakan alat penangkapan ikan yang bersifat tradisional dengan sistim penangkapannya di lemparkan di saat ikan berenang-renang di tepi pantai atau di sekitar penangkapan tersebut, kemudian di tarik perlahan-lahan, yang kemudian yang tertangkap oleh alat tersebut dimasukkan dalam kalangga yang di jinjing oleh si penangkap. Kalangga (keranjang) itu terbuat dari bahann bamboo yang dianyam rapat-rapat.

d. Nggawi (mancing)

Nggawi merupakan cara penangkapan dengan menggunakan tasi (senar), yang di ujung tasi dipasang ladu (pemberat), setelah itu dipasang mata kail (wua nggawi), lalu di mata kail itu dipasang umpannya dari ikan atau sejenisnya, daru diturunkan didasar laut, bila senarnya terasa bergetar maka umpannya sudah ditelan oleh ikan kemudian ditarik keatas dan ikannya dicabut dari perangkap kail tersebut, lalu pancingannya dipasang kembali, hal ini akan dilakukan berulang-ulangb sampai pemancing selesai memancing.

Para pemancing melaut dengan menggunakan perahu-perahu tradisional (sampa loja), apabila ada arah angina yang mengikuti haluan perahu terpasanglah layer, jika tidak maka kan menggunakan dayung (karawe/wese). Karawe/wese adalah alat dayaung tradisional yang terbuat dari kayu yang gunanya untuk mendayung perahu.

e. Duwa (tuba)

Duwa adalah salah satu cara menangkap ikan tradisional yang di ambil dari akar kayu duwa (tuba). Proses pelaksanaan duwa uta harus diawali dengan memukul akar kayu duwa sampai pecah-pecah (mbinca) tujuannya supaya racun yang terkandung “humpa duwa” dapat mencemari air, setelah itu duwa di celupkan dalam air kemudian dibiarkan beberapa saat. Setelah itu ikan yang ada dalam air atau disekitar tempat tersebut teller (mawu) karena menelan air racun dari akar kayu duwa, lalu ikan-ikan yang teller (mawu) itu diambil dengan emakai du’i. Du’i tersebut adalah jenis anyaman yang terbuat dari nilon atau senar.

4. Pendidikan

Penulis membatasi pembahasan masalah pendidikan ini yaitu dimulai pada sekolah rakyat (SR) yang didirikan pada tahun 1945 kemudian berganti nama menjadi Sekolah Dasar (SD), dan menjadi Sekolah Dasar Negeri No 1 Rupe yang berdiri pada tahun 1949 kemudian disusul pula berdirinya Madrasah Ibtidaiyah (MI) Rupe Tahun….., Madrasah Ibtidaiyah (MI) Niggira Tahun 1965 dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Karampi tahun…..

Tidak lama kemudian berdiri pula SDN no 2 Rupe pada tanggal 1 Januari 1975. Dalam perkembangan Pendidikan Dasar maka beberapa tahun kemudian rakyat Desa Rupe mendirikan sekolah-sekolah Dasar didusu-dusun yang ada dalam wilyah Desa Rupe melalui Inpres-Inpres, seperti:

a. SD Inpres Karampi

b. SD Inpres Kangga

c. SD Inpres Oi U’a

d. SD Inpres Dumu

e. SD Inpres Rore

f. SD Inpres Sambane

g. SD Inpres Soro Bali

h. SD Inpres Nanga Ni’u

i. SD Inpres Sido

Out put dari sekolah-sekolah di atas telah mencetak pemuda-pemudi Desa Rupe sebagai kader-kader yang ikut mencerdaskan Bangsa pada Umumnya dan Desa Rupe khususnya.

5. Pembangunan Mental Kerohanian.

Dalam pendidikan Nasional sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. dan GBHN tentang pembinaan mental keagamaan masyarakat desa Rupe melakukan upaya upaya seperti pembinaan remaja mesjid yang dilaksanakan dibeberapa mesjid yang ada di wilayah desa Rupe.

Kemudian untuk mengembangkan baca tulis al-quran,telah di bentuk TPA itu yang mengikuti pelejaran atau proram TPA bukan hanya anak-anak namun diikuti pula oleh orang-orang tua yang ingin mendalami baca tulis al-Qur’an, telah dibentuk TPA yang berada pada masing-masing masjid dan musollah. Dalam kegiatan TPA itu yang mengikuti pelajaran atau program TPA bukan hanya anak-anak namun diikuti pula oleh orang-orang tua yang ingin mendalami baca tulis Al-Qur’an. Disamping itu pula akan diajarkan tentang aqidah sariah ahlak dan pelajaran lain yang berhubungan dengan keagamaan, sesuai dengan petunjuk agama bahwa menuntut ilmu itu sejak sampai lahir sampai keliang lahat.

Kegiatan TPA tersebut diasuh dan dibimbing oleh:

1. Abd. Muthalib Ali

2. H. Abd Hakim Akhmad

3. H. Nurma dan dibantu oleh guru-guru Agama yang ada di Desa Rupe

Bagi remaja masjid setiap bulan Ramadhan selama 1 bulan penuh mengadakan safari keliling dari ujung-keujung dalam wilayah Desa Rupe termasuk di Nggira sampai ke Karampi. Tidak ketinggalan juga setiap hari-hari besar Islam tetap di peringati secara meriah dan akrab atas kerjasama Remaja mesjid, PHBI dan MDI yang didukung oleh pemerintah Desa. Disamping kegiatan keagamaan remaja Masjid juga bergerak di bidang sosial kemasyarakatan.

Beberapa tempat peribaatan yang ada di Desa Rupe:

1. Masjid Raya AL- IKHSAN Desa Rupe

2. Mushallah AL- Hasanah

3. Mushallah Zainul Abidin

4. Mushallah Babur Rahman

5. Mushallah said Abidin

6. Mushallah AL- Ikhlas

7. Masjid Raya Sambane

8. Masjid Rore

9. Masjid Oi U’A

10. Masjid Dumu

11. Masjid Al-Hasanah Nggira 1965

12. Masjid Sido

13. Masjid PT TIRTAMAS

14. Masjid Nanga Ni’u

15. Masjid Mamba Na’e

16. Masjid Karampi

17. Masjid Soropeto

18. Masjid Soro Bali

Masjid dan Mushollah tersebut diatas dalam Hal pembangunan dilaksanakan secara Gotong-royong dengan Swadaya Murni masyarakat kecuali Masjid PT. TIRTA MAS Mutiara. Bahkan masjid-masjid tersebut belum begitu sempurna sebagaimana yang diharapkan oleh minat islam seluruhnya

6. Pembangunan fisik dan yang lainya.

Sarana dan prasarana penunjang lainnya, dalam pelaksanakan pembangunan Desa Rupe telah terwujud beberapa gedung penunjang, seperti Kantor Desa Rupe yang didirikan Pada tahun 1954. Setelah penggabungan Gelarang kurujanga dan Gelarang Rupe, Paruga Rasa didirikan pada tahun 1987 dengan swadaya Murni Masyarakat Rupe, digunakan untuk:

1. Untuk pertemuan kepala Desa dengan masyarakat

2. Sebagai tempat pertemuan kepala Desa dengan atasan baik dengan tingkat kecamatan, tingkat kabupaten maupun pertemuan tingkat propinsi

3. Sebagai balai pelatihan dengan pembinaan generasi muda dengan juga generasi yang berakaya

4. Sebagai tempat berlangsungnya perkawinan dengan kegiatan lainnya.

5. Paruga Rasa tersebut berukuran 10x25 m, di bangun pada saat Kepala Desa Rupe Abdurrahman Jamaluddin.

Puskesmas pembantu Dusun Karampi yang didirikan pada tahun 1995 sebagai balai pengobatan Masyarakat di dusun Karampi dan sekitarnya. Sementara itu, Pos bersalin desa Rupe didirikan pada Tanggal 1 Agustus 1994 sebagai tempat pelayanan ibu-ibu hamil yang melahirkan. Puskesmas pembantu Dusun Dumu didirikan pada tahun 1994 sebagaibalai pengobatan.

PT TIRTAMAS MUTIARA Tanggani Rupe didirikan pada tahun 1994 berlokasi di so. Tanggani sebagai tempat pembudidayaan Siput mutiara. Dengan berdirinya PT. ini maka membuka Lapangan kerja baru untuk pemuda dan pemudi di Desa Rupe Khususnya,dan umumnya tenaga trampil di Kabupaten Bima maupun diluar daerah Bima

PT. Bumi Group Sambane Rupe didirikan pada tahun…….

PT. Mutiara OI U’A berdiri pada tahun 19…

PT. Bumi Group dan PT Mutiara OI-U’A operasionalnya sama seperti PT. TIRTAMAS diatas.

7. Jalan Desa Rupe

Jalan yang ada di Desa Rupe awal-awalnya masih bersifat tradisional, hanya bisa dilalui dengan jalan kaki (jalan setapak) dengan berkuda untuk menghubungkan Rupe Induk dengan Rupe Bagian timur. Dengan terbukanya jalan maka pengembangan kehidupan Masyarakat Rupe menyebar sampai ketimur, Sehingga pada tahun 1964 lahan kosong yang ada dikangga dan Nggira di buka sebagai Lahan pertanian.

Pada tahun 1981 semasih Bupati H. Oemar Haroen Bsc dan kepala desa Abdul Muthalib Ali, dibukalah jalan pariwisata untuk menghubungkan Rupe dengan sekitarnya kewilayah timur sampai kecamatan Sape. Pembukaan Jalan itu dengan menggunakan alat-alat besar seperti: buldoser dengan sejenisnya.

Kemudian bulan Desember 1999 di bukalah jalan baru di sebelah selatan desa Rupe menuju pantai soro Kurujanga, dengan menyebrangi sawah-sawah rakyat atas kesepakatan dan kerelaan dari masyarakat yang mempunyai tanah yang di lalui oleh jalan tersebut. Tujuan pembukaan jalan tersebut adalah untuk memperlancar pengankutan hasil pertanian di sawah dengan menggunakan alat angkutan seperti truk, benhur dan sjenisnya, sehingga masyarakat tidak lagi memikul hasil pertaniannya.

Akibat dari pembukaan jalan tersebut sebagai target jangka menengah dan jangka panjang sebagai salah satu persyaratan utama berdirinya darmaga niaga kacamatan Lannggudu yang menghubungkan jalur bahari sampai ke Flores, Sumbawa dan bagian NTT lainnya.

8. Transportasi dan Perhubungan

Pada permulaan munculnya transportasi dan perhubungan di desa Rupe hanya bersifat tradisional seperti:

a. Trasportasi Darat

Pada jalan dahulu masih bersifat tradisional denghan menggunakan tenaga kuda, karena pada saat itu masih jalan setapak. Sedangkan pada jaman sekarang di Desa Rupe telah menggunakan alat transportasi darat seperti sepeda dayung, sepeda motor, bus, truk (oto) dan lain-lain. Pada jaman dulu sepeda dayung ini sangat popular sekali dipergunakan sebagai transportasi bagi mereka, mereka yang melanjutkan pendidikan di kabupaten Bima. Transportasi darat yang tradisioal masih dapat dijumpai sampai sekarang.

b. Transportasi dengan Perhubungan Laut.

Untuk menghubungkan daratan seberang laut bagian selatan dan utara wilayah Desa Rupe pada awal mulanya menggunakan perahu dayung (sampa loja/karawe), tetapi sekarang sudah memakai perahu motor diesel. Tidak ketinggalan pula bahwa sampa karawe/wese atau sampa loja masih dipergunakan sampai sekarang hanya untuk memancing ikan, te’e katotu, juga te’e puka.

9. Tempat Rekreasi

Tempat rekreasi tradisional Masyarakat desa Rupe pada jaman dahulu hanya satu-satunya ditanjung langgudu saja dan akan diuraikan pada bab tersendiri.

Yang penulis uraikan disini hanya tempat rekreasi dewasa ini setelah tidak difungsikan lagi langgudu karena adanya sebab dan musibah yang terjadi pada tahun 1985, lebih jelasnya para pembaca dan membacanya pada uraian lebih lanjut.

Adapun tenpat rekreasi yang ramai dikunjungi saat-saat sekarang adalah:

9.1. Toro Langgudu (tanjung langgudu)

9.2. Sambane,Baba dan ncengge

Pantai baba, sambanedan ncengge memiliki cirri khas dan panorama tersendiri seperti:

6. keindahan pasir yang putih bersih tampa bercampur ebu

7. Batu0batuan yang terkesan dipandang secara alami tersusun rapi merupakan wuju nyata kekuasaan Allah yang maha pengatur

8. Air lautnya yang jernih penuh kebiru-biruan,bila angina laut menghempaskan terlihat panorama gelombang yang berkejar-kejaran bergulung menuju pantai.

9. Pohon nyiur yang melambai-lambaikan daunnya sebagai pertanda ketergantungan yang penuh bersatu padu dalam keadaan dan kondisi yang sama.

Tempat rekreasi tersebut diknjungi oleh pemuda dan gadis bahkan oang tua sekalipun bisa menjadi penggemar pantai sambane. Saat-saat kunjungan ketempat itu adalah dilaksanakan pada hari raya idul fitri, hari raya idul adha,dan khususnya untuk anak-anak sekolah pada saat menjelang libur cawu dan libur akhir tahun.

9.2. Tanjung Toronuntu

Temat ini sama hanya dengan tempat rekreasi diatas hanya panorama dan keindahannya yang berbeda serta memiliki cirri tersendiri yang lebih indah dari yang lainnya. Pasir dan kerikil yang berwarna warni bagaikan emas dan permata yang apabila para pengunjungnya berada ditempat tersebut akan merasakan kesenanganyang Romantis, lebih-lebih para pengunjung duduk diatas wadu LA-MI’A tersebut.

Kedua tempat rekreasi tersebut diatas sudah termashur dan popular serta sering dikunjungi oleh masyarakat luar desa Rupe bahkan touris-touris Manca Negarapun perah singgah da menikmati keindaha alam disana.

10. Rupe Berseri

Berseri adalah motto yang telah diraih oleh desa Rupe dalam menapak keberhasilan pembangunan. Kata berseri merupakan satu suku kata yang mengandung satu pola kalimat yaitu: Bersi-sehat-Rapi-indah.

- Bersih : pembangunan di desa Rupe diawali dengan pembangunan masyarakat Rupe seutuhnya untuk benar-benar menuju bebas dari KKN yang pada sasaran akhirnya menciptakan manusia desa Rupe yang bersih, berwibawa, beretos kerja, mandiri yang penuh tanggung jawab. Berseri dalam pengertian yang penulis kemukakan disini mengandung bersih lahir dan batin untuk seluruh rakyat desa Rupe. Bersih lingkungan, bersih tempat tiggal dan bersih tempat ibadah, sebab bersih sebagian dari iman.

- sehat : mengandung maksud, sehat jasmani dan rohani sesuai dengan motto, bahwa didalam tubuh yang sehat terdapat pikiran yang waras. Bila kondisi kehidupan sudah mengarah kepada kehidupan yang sehat, maka akan lahir pemikiran yang dinamis untuk melaksanaan segala aktifitas sehari-hari sesuai dengan profesi di bidang kerja masyarakat desa Rupe.

- Rapi : Pelengkap dari kehidupan yang bersih dan sehat yang sasaran, rapi masing-masing pribadi masyarakat, rapi dalam penataan lingkungan, rapi dalam mempertanggung jawabkan segala sesuatu yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah Desa Rupe.

- Indah : adalah seni kehidupan yang dipantulkan oleh keterpaduan dari kehidupan yang bersi, sehat dan rapi.

Motto Rupe BERSERI telah mampu mengantarkan tersuksesnya hal-hal yang dirancang, direncanakan dan dilaksanakan,dalam pembangunan disegala segi kehidupan sehingga Desa Rupe telah berhasil lomba Desa Tingkat kabupaten Bima dan tingkat propinsi NTB yang meraih prestasi terbaik II tingkat propinsi pada tahun 1995. Sehingga yang prestasi tersebut kepala Desa Rupe Abdurrahman Jamaluddin beserta ibu (Nyonya St. Syofiah) yang didampingi oleh ketua LKMD Desa Rupe (Sulka Tayeb,S.Pd) mendapat undangan Study banding di pulau Jawa tepatnya di propinsi sekaligus menghadiri acara silaturrahmi dengan Bapak Presiden RI H. Muhammad Suharto. Maka dalam mempertahankan dan meningkatkan prestasi tersebut, penulis mengharapkan kepada semua lapisan masyarakat untuk mampu melestarikan terus budaya yang tetap berpedoman pada lima pilar utama untuk memacu perkembangan pembangunan di Desa Rupe, demikian penulis ungkapan dalam penulis ini sebagai salah seorang generasi muda yang mencoba memotivasi seluruh masyarakat Desa Rupe pada umumnya dan khususnya bagi para pembaca.

Lima pilar utama yang dimaksud penulis ungkap \kan suebagai berikut:

1) Pembinaan mental keagamaan agar terwujudnya manusia berimtak

2) pembinaan sumber daya manusia di segala bidang kehidupan

3) pemberdayaan Ekonomi Kehidupan

4) Pembina pemuda dan olahraga

5) pengembangan seni dan budaya.


BAB V

SENI BUDAYA DAN KERAJINAN

A. SENI

1. Pengertian Seni dan Budaya

Yang dimaksud dengan seni budaya Rupe ialah seni budaya yang dimiliki oleh dou Rupe atau masyarakat Rupe yang indah, menarik dan dicintai yang merupakan sumber dari seni budaya bangsa.

2. Seni Suara

Pada jaman dahulu seni suara merupakan seni yang amat digemari oleh orang Rupe,terutama dou Rupe.seni sura Rupe ada bermacam-macam,ada yang dinyanyikan dengan iringan musik,dan ada pula yang dinyanyikan tantpa iringan musik selain itu,ada pula seni suara Rupe yang dinyanyikan sambil menari.

Seni suara Rupe dinamakan rawa mbojo,rawa ini diiringi atau diikuti dengan iraam biola atau gambo(gambus) oleh dou Rupe di sebut rawa mbojo.

Penyanyi rawa mbojo,biasanya wanita yang berpakaian ‘rimpu’.tetapi kadang-kadang dinyanyikan pula oleh kaum pria dan sering pula dinyanyikan oleh penyanyi pria dan wanita .rawa mbojo merupakan jenis suara yang paling di gemari oleh dou Rupe.

Rawa mbojo terdiri dari bermacam-macam jenis dan memiliki iram yang berbeda ,serta isi patu rawa atau pantun lagu berbeda pula seperti,

Contoh “ba maru nefa kacai ku dengga nifi kone hongga mpifi mpoda mpoi di mpefo ti loa ku ringa nggahi da ndadi ndinga ti loa ku bade da ndadi mboda. Nggara ndai dua wa’u ra mberi do da ”

Au ku bae na dou ma nika bou

Ncuri si mori popo sia more

Doco mangge moro

Uta janga ra puru ra wi’I di wawo piri.

3. Seni Musik

Alat musik dou Rupe yang terkenal adalah genda, genda merupakan alat musik pukul yang berfungsi sebagai pengatur tempo dan dinamika dalam mengiringi mpa’a atau tari. Alat musik ini tidak termasuk jenis orkestra.

Genda berbentuk silinder dengan bagian-bagian sebagai berikut;

1. Tinggi 66 cm

2. Garis tengah bagian atas 30 cm

3. Garis tengah bagian bawah 21 cm

Terdiri dari:

a. ponto genda (penampang gendang) ditutup dengan kulit kambing.

b. ai genda (tali gendang) dibuat dari rotan

c. ana genda (kayu pemukul) panjangnya ± 15 cm tenda tersebut ada dua buah terdiri dari ina genda dan genda. Dua jenis genda itu mempunyai irama yang berbeda yaitu ka ana dan ka ina .

- gong(no) alat musik pukul terbuat dari besi.

- tonci dibuat dari kuningan,bentuknya menyerupai mangkuk.

Genda merupakan alat musik Rupe untuk mengiringi mpa’a :

- gantao

- buja kadanda

- sila

Disamping genda masih ada alat musik lain seperti:

- gambo/biola

- silu dan sarone

- arubana (rebana)

Gambo merupakan alat musik yang dipetik untuk mengiringi rawa mbojo

Bagian-bagian gambo:

1. wo’o gambo (leher gambus),panjangnya ± 18 cm lebar ± 4,5 cm di buat dari kayu nangka atau kayu nara, sejenis kayu sonokling yang berwarna kuning.

2. Bagian tuta gambo (kepala gambus) panjangnya ± 17 cm tebalnya ± 7,5 cm. tuta gambo sebagai tempat pemasangan enam potong kayu sebagai penyetel atau pengatur suara senar gambus (ai gambo).

3. sarumbu gambo (badan gambus), ukuran terlebar ± 13 cm dan tebal ± 5,5 cm sarumbu gambo berlubang kemudian ditutup dengan kulit kambing

4. senar plastik (tasi) sebanyak 3 pasang (6 tali). Nada yang diperoleh dari petikan gambo berkisar antara nada do-re-mi-fa dan sol.

BIOLA

Biola adalah alat musik gesek

Bahan-bahan terdiri dari:

1. Sarumbu biola (badan biola), terbuat dari kayu kemuning, sawo dan nangka

2. Wanga (tanduk), sebagi pemegang tali biola yang dibuat dari senar kawat

3. Jumlah senar empat buah, masing masing senar menghasilkan nada yang brbeda

a. senar 1 dari bawah nada C

b. senar 2 dari bawah nada A

c. senar 3 dari bawah nada D

d. senar 4 dari bawah nada D

fungsi biola ialah seagai alat musik pengiring lagu Bima (rawa mbojo)

ARUBANA (Rebana)

Terdiri dari tiga buah rebana yang mempunyai irama bebeda. Irama dari tiga arubana tersebut, masing-masing disebut:

  1. boe satu (satu pukulan)
  2. boe dua (dua pukulan)
  3. nggobe (gabungan pukulan satu dan puklan dua)

seperangkat alat musik arubana berfungsi sebagai pengiring musik jiki tua, jiki hadrah dan kasidah moderen.

SARONE

Sarone adalah alat musik tiup yang menghasilkan suara melalui getaran

Bagian-Bagian Sarone

  1. tako sarone terbuat dari mila, sejenis bamboo yang tipis, beruas panjang dengan bergaris tengah ± 3 cm
  2. ponto sarone, dibuat dari gulungan ro’o ta’a (daun lontar)

fungsi sarone yaitu sebagai musik pengiring mpa’a rakyat (tari klasik)

Pada jaman dahulu

4. Seni Ukir

Para leluhur kita yang hidup pada masa dahulu sudah mampu menciptakan berbagai jenis seni ukir. Seni ukir karya leluhur kkita mempunyai motif atau ragam hias yang indah dan menarik.

Generasi muda harus mengikuti jejak mereka kita harus mampu menciptakan seni ukir yang indah, seperti yang dilakukan oleh para leluhur masa lalu.

Bagaimana jenis ragam hias seni ukir Rupe pada masa lalu? Jenis ukuran apasaja yang telah diciptakan oleh leluhur kita? Jawabannya harus diketahui oleh kita agar mampu mengikuti jejak mereka, sehingga seni ukir Rupe tetap lestari indah.

Mengikti irama dan perkembangan zaman bahwa seni ukir masih dilestarikan dan memiliki nilai jual yang sangat tinggi terutama bagi tukan-tukang kayu maka pola ini diharapkan untuk dikembangkan. Pemanfaatan seni ukir ini misalnya ukiran pada difan, ukiran pada lemari dan lain-lain. Yang berfungsi sebagai hiasan rumah tangga.

5. Seni Tari

Mpa’a rakyat berbeda dengan cirri-ciri mpa’a klasik

Yang dimaksud dengan mpa’a rakyat adalah mpa’a yang popular dikalangan masyarakt. Pada umumnya mpa’a rakyat berfungsi sebagai hiburan.

Cirri-ciri mpa’a rakyat (tari rakyat) sebagai berikut:

a. Merupakan mpa’a hiburan/pertunjukan

b. Tidak terikat dengan pola lantai

c. Lama mpa’a tidak terikat dengan waktu tergantung dari kesepakatan pemain/penari

d. Tidak terikat oleh tempat, waktu dan busana. Bisa dilakukan disembarang tempat dan waktu. Pakaian pemain bebas tetapi harus sopan

e. Semua mpa’a rakyat mengandung nilai seni atau keindahan dan inlai olah raga, oleh karena itu mpa’a rakyat dapat berfungsi sebagai kesenian dan olah raga.

f. Para pemain (penari) tidak boleh merasa dendam kepada lawan walau menderita luka waktu bermain.

Adapun mpa’a tari rakyat antara lain:

1. Mpa’a Manca

Menurut pakar buda mengatakan bahwa mpa’a manca merupakan mpa’a rakyat yang dipergunakan pada tari rakyat yang disebut mpa’a kapodo.

2. Mpa’a Sila

Mpa’a Sila adalah mpa’a yang mempergunakan senjata pedang, dimainkan oleh dua orang pendekar gerak dan jurusnya sama dengan gerak dan jurus main silat. Oleh sebab itu dinamakan mpa’a sila (tari silat) dan mpa’a sila ini sangat digemari oleh masyarakat.

3. Mpa’a Gantao

Mpa’a gantao sama dengan mpa’a sila, hanya saja mpa’a gantao tidak memakai pendang (senjata) dalam prakteknya cukup dengan tangan kosong.

4. Mpa’a Buja Kadanda

Mpa’a buja kadanda adalah mpa’a rakyat ytang mempergunakan senjata tajam yang berupa tombak dan pedang, yang di kreasi dengan kadanda ataubulu ekor kuda. Karena itu dinamakan mpa’a buja kadanda atau mpa’a tombak berumbai bulu ekor kuda.

B. DUBAYA RAKYAT RUPE

1. Pakaian Adat

Yang dimaksud dengan pakaian adapt adalah pakaian khas yang dipake oleh dou Rupe, dan merupakan cewrmin kepribadian yang menunjukkan keta’atan pada ajaran agama dan adapt.

Jenis pakaian adapt orang Rupe ada 4 yaitu:

  1. Pakaian adat harian adalah pakaian adapt yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
  2. Pakaian dadat dalam upacara adapt ialah pakaian khusus yang harus dipakai oleh orang yang terlibat langsung dalam kegiatan upacara
  3. Pakaian adapt upacara pernikahan ialah pakaian yang pakai oleh pengantin putra dan putri beserta inang pengasuh. Pakaian yang dipakai oleh dua pengantin disebut “kani Bunti” (pakaian pengantin). Kani bunti hanya boleh dipakai oleh kedua pengantin pada saat upacara pernikahan berlangsung.setelah itu keduanya tidak dibenarkan berpakaian pengantin lagi, cukup satu kali saja
  4. Pakaian adapt dalam upacara kalam al-Quran

* Pakaian Adat Pria

1. Baju ja tutu lanta atau baju jas tutup warna putih kancing dibungkus dengan kain putih

2. Tembe balimpida atau sarung bermotif bergaris kecil-kecil berwarna dasar merah atau ungu

3. Sambolo songke, jenis ikat kepala yang berfngsi sebagai kopiah. Bermotif garis-garis kecil dengan warna dasar merah dan kuning yang dihiasi oleh benang perak.

4. Piso mone (pisau laki-laki) dipasang pada perut bagian kanan yang mirip golok kecil sebagai senjata yang merupakan lambing kejantanan bagi si pemakai.

* Pakaian Adat Wanita

1. Baju poro (berlengan Pendek) warna dasar hitam (me’e) keta tua (ungu tua) dan warna kere bote (coklat).

2. Tembe su’i

3. Giwa mpida (giwang kecil) dan karabu

4. Samu’u canga (sanggul khas Bima).

2. Upacara Adat

Upacara adat dalam bahasa Bima disebut rawi rasa. Rawi rasa berarti semua kegiatan yang dilakukan secara gotong royong oleh seluruh masyarakat. Rawi rasa terdiri dari dua jenis kegiatan yaitu; rawi mori dan rawi made. Yang dimaksud dengan rawi mori ialah kegiatan yang berhubungan dengan upacara kehamilan, kelahiran, khitanan dan pernikahan. Sedangkan Rawi made ialah upacara yang berhubungan dengan kematian. Khususnya bagi rawi made berdasarkan hokum islam. Sehingga upacara yang dilakukan pada rawi made sewperti (Do’a; sanai,tolu nai, pidu nai, saratu nai,sariwu nai dan do’a mori dou).

Yang dibahas oleh penulis ialah upacara rawi mori mulai dari kehamilan sampai upacara pernikahan. Nggana ro nggoa ialah rangkaian adat yang dimulai dari “salam loko sampai δore ro бoru”. Salam loko dilakukan ketika kandungan seorang ibu berumur tujuh bulan yang pertama kali mengandung dan pimpin oleh sando ngganan (dukun beranak). Salama loko ini dilakukan pada saat maci oi ndeu (waktu yang tepat untuk mandi) sekitar jam 08.00 (Seni budaya mbojo 53-66).

KERAJINAN

1. Menenun (Muna)

Tenun merupakan kegiatan yang dilakukan oleh kaum wanita untuk mendapatkan pakaian. Proses menenun diawali dengan memetik bunga kapas (wunta). Wunta yang petik petik tadi dijemur sampai kering dan kelihatan memutih bersih. Wunta yang sudah bersih tersebut di lari (pisahkan) dari tangkai dan daunnya). Kemudian di lete (jemur) kembali, kemudian di lili (lilit) untuk memisahkan biji wunta, lalu di mbira (tata). Setelah mbira (tata), akan dilanjutkan dengan mbenti, yang kemudian di kondok. Proses demi proses dapat melelahkan para pengrajin, tetapi karena motivasi kerja yang tinggi untuk mendapatkan pakaian pengrajin menjadikan kerajinan ini sebagai bagian dari hobi mereka. Lanjutan dari kondok adalah medi, lalu kiri kisi, cele, nggoha, moro, ngane, sisi(tau δeicau), luru, di’i tau δei δapu nggoha δimuna.

Alat-alat perlengkapan menenun (muna)

10. lihu

11. δapu

12. Piso

13. Ku’u

14. Lira

15. Koro

16. Rige

17. Tampe

18. Tandi

19. Taropo

20. Kisi

2. Menganyam (ngana)

Menganyam (ngana) merupkan kerajianan alami yang menjadi hoby masrakat Rupe dengan memanfaatkan bahan alami yang terdapat disekitarnya seperti; daun pandan, bambu daun kelapa, rotan dan lain sebagainya.

Proses ngana (anyam), bahan yang akan digunakan untuk ngana di olah sedemikian rupa, tujuannya adalah untuk mempermudah kegiatan ngana, sehingga hasil ngana yang dihasilkan bagus. Jenis anyaman yang dihasilkan oleh pengrajin Desa Rupe sbb:

    1. Ngana Dipi

Nagana dipi (tikar)

Dipi (tikar) merupakan alat rumah tangga yang berfungsi sebagai alas lantai pada rumah.

Cara nagana dipi; daun pandan, rotan menjadi bahan dasar, daun pandan dibersihkan (buang duri) dan di belah sesui dengan ukuran yang di inginkan kemudian di lete (dikeringkan) dengan posisi menggulung, setelah itu di piu (luruskan) dan siap di ngana (anyam).

Alat-alat:

21. Piso (Pisau)

22. Nda’u dipi (Jarum)

    1. Ngana jura

Jura adalah perlengakapan

    1. Ngana jongko
    2. Ngana katotu

Ngana katotu adalah jenis alat untuk menangkap ikan (perangkap ikan).

Cara ngana katotu; O’o (bambu) menjadi bahan dasarnya, o’o yang digunakan adalah o’o yang belum terlalu tua, O’o (bambu) di belah tipis-tipis sebanyak yang di inginkan kemudian di anyam, anyaman bisa dimulai dari kiri juga dari kanan tergantung dari versi pengrajin ngana katotu, pada saat ngana pengrajin menyiapkan katete (alat pemukul) fungsinya untuk mengatur besar mada katotu (mata anyaman) besar mata anyaman katotu berdiameter antara 50-100 inc dengan membentuk enam sudut per mata anyaman, setelah bilik kiri dan bilik kanan selesai dianayam maka kedua bilik digabung setelah digabung dibikinkan lagi rera katotu yang berfungsi sebagai pintu masuk ikan dan ikan yang sudah masuk tidak bisa keluar lagi, yang membuat ikan tidak bisa keluar adalah disebabkan oleh bentuk rera katotu yang dirancang khusus, setelah rera katotu dipasang kemudian dipsang nggore katotu fungsinya supaya katotu tidak cepat roboh, dilanjutkan dengan memasang pemberat berupa batu supaya katotu cepat nyampe di dasar laut dan tidak mudah terbawa arus. Kalau sudah komplit maka katotu siap psang.

Alat-alat:

23. Cila (Parang)

24. Katete (Pemukul)

    1. Ngana sarau

3. Lili doбu (lilit tebu)

Lili merupakan alat tradisional Desa Rupe yang dapat mengolah tebu menjadi air gula (oi Manisa). Lili terbuat dari tiga batang kayu yang di rancang berbentuk selinder dipasang tegak dengan diputar oleh seekor kerbau. Disaat selinder berputar akibat tarikan kerbau maka tebu dimaukkan kecelah-celah selinder agar tebu diperas airnya oleh gesekan selinder dari kayu tersebut. Sebelum selinder di putar harus di kasi air wau (oi wau) agar licin (kocu). Batang tebu yang dimasukkan dalam selinder harus dipotong-potong sepanjang ± 50 cm lili dilakukan sampai 3X air tebu.

4. Nggahi Dana

Makna logat dari nggahi dana terdiri dari dua suku kata yaitu;

25. Nggahi artinya bicara

26. Dana artinya Negeri

Jadi nggahi dana bicara orang-orang terdahulu dalam wilayah negeri yang membudaya di Desa Rupe dengan maksud merendahkan diri dari Allah dan rasul, sebagai wujud nyata tunduk dan patuh kepada pemerintah Desa Rupe. Nggahi dana merupakan ucapan budaya tradisional Desa Rupe yang sudah turun menurun. Nggahi dana terbagi dalam dua bentuk nggahi dana yaitu:

27. Nggahi dana yang berisikan puji-pujian kepada Allah dan Rasul.

28. Nggahi dana yang berisikan komunikasi antara rakyat dengan pemerintah.

Adapun tokoh nggahi dana Desa Rupe yang terkenal pada jaman dahulu adalah:

29. Cadi’ Ompu Kongge

30. Ca’u Ompu Ka

31. Musa Ompu Sanif

Ketiga tokoh nggahi dana ini sudah wafat, tetapi yang masih mewariskan nggahi dana sampai sekarang adalah:

32. Arsyad Ama Basar

33. H. Hamdiah H. Mursalin (Abu Firman), (lhr 17 Agst 1945)

Kadua tokoh tersebut msih hidup dan mewariskannya patu (Pantun) dan sis patu masih asli seperti dahulu.

a. Nggahi Dana yang berisikan puji-pujian kepada Allah dan Rasul

Contoh

34. E…ruma su’u

35. Ro ana ngguru Nabi Muhammad

36. Ta бatu weaku nggahi ra eli mataho taroa

37. Ndei makasalama mori dunia akhirat.

b. Nggahi Dana yang berisikan taat kepada pemerintah dan rakyat

Contoh

38. E…mai-mai mena ada sadan Rupe

39. Tahantaku pemimpin dei wea nggahi ra elina

40. Ta raho weaku tenggo rawalena, ndende umu cia iman

41. Ade kalampakaina taki ro kata

42. E….mai-mai ada sadana Rupe

43. Taka ncuru ro kancore

44. Kawuju ro kawaha samenana ma tani ro maneo

45. Ta karawi kancore na loa kiri neo marada wolo, ngame ma rada mina dei ru’u ma dou mamboto sadana Rupe.

5. Kareku Kandei

Budaya ini biasanya dilakukan pada saat mbaju ro ndoso (menumbuk padi) pada persiapan awal hajatan (perkawinan, do’a selamatan, do’a khitanan). Kareku kandei dilakukan oleh gadis-gadis/ibu-ibu. Dalam bahsa Bima kandei adalah tempat untuk mbaju (menumbuk) padi yang berbentuk balok segi empat yang di pahat/dilobangi sedalam ±30 cm, panjang ±150 cm dan lebar ±40 cm. kandei dilengkapi dengan aru (alu) yang terbuat dari o’o (bambu) panjang dua meter. Kareku kandei dilakukan oleh 3-5 orang dengan irama yang berbeda seperti pukulan satu, dua, tiga dan nggobe. Nggobe adalah perpaduan pukulan satu, dua dan tiga, sehingga terdengarlah irama yang indah dan memiliki nilai seni.

Disaat-saat menumbuk padi (mbaju) di selingi dengan kareku kandei, dengan tujuan untuk memberitahukan seluruh masyarakat Rupe bahwa pada hari itulah di mulainya atau dilaksanakan acara mbaju ro ndoso atas adanya suatu hajatan di Desa Rupe. Kareku kandei masih membudaya sampai sekarang.

Disamping itu ada pula alat lain yaitu nocu dan aru (lesung dan alu) yang terbuat dari kayu. Nocu tersebut merupakan tempat menumbuk padi (mbaju) yang kedua (ntomu) setelah ntomo yang dilaksanakan di kandei. Nocu tinggi ±70 cm, lingkaran lobang penampung padi (asa nocu) ±40 cm. aru (alu) harus terbuat dari kayu luhu (haju doro) dengan panjang ±130 cm. Setelah padi ditumbuk (ntomu dan ndondo) pada kandei dan nocu, akan di tampi (mbedi) atau di bersihkan dengan menggunakan doku (nyiru) untuk memisahkan biji padi () dengan saroe (sekam) lalu bagi yang belum menjadi bongi akan ditumbuk kembali sampai semuanya selesai menjadi bongi (beras) semua.

Proses membersihkan padi yang ditumbuk tadi diawali dengan;

46. Mbedi yaitu mebersihkan dari hasil tumbuk

47. Nelo/soro yaitu untuk memisahkan biji padi (bongi) atau beras yang masih berkulit

48. Katempa yaitu pemindahan bongi (beras) dengan madana (padi sisa yang belum terkupas kulitnya)

49. Kabara yaitu proses terakhir membersihkan beras dari madana (sisa yang belum terkupas kulitnya).

6. Karai Jara

Karai jara (pacuan) dalam budaya desa Rupe merupakan kebiasaan yang dilakukan pada saat berlangsungnya perayaan perkawinan pemuda-pemuda di Desa Rupe yaitu pada hari kedua.

Karai jara diikuti oleh pemuda-pemuda yang masih jejaka dengan menaiki kudanya masing-masing yang siap dipacu (karai) yang bertempat di laluru mbolo yang berlokasi disebelah selatan desa Rupe. Namun sayangnya karai jara di Desa Rupe sekarang sudah punah.

7. Olah Raga

Olah raga yang dimaksud penulis adalah mulai dari olah raga tradisional sampai perkembangan olah raga dewasa ini. Olah raga tradisional masyarakat Desa Rupe da bermacam-macam dan dilaksanakan dengan cara yang berbeda-beda serta mempunyai ciri khas sejarah masing-masing.

Jenis Olah Raga tersebut:

a. Mpa’a Ba (Sepak Bola)

Pada awal mulanya sepak bola ini tidak mempunyai aturan yang pasti Cuma hanya dilaksanakan karena hoby. Oleh pemuda bahkan orang tua sangat popular, sepak bola ini dengan menggunakan bola dari dungga (jeruk) yang besar. Begitu besar jiwa keolahragaannyamasyarakat Rupe dengan memakai jaeruk, bahkan sampai-sampai ada yang patah kaki karena menendang bola dari jeruk yang berat itu

Lama-kelamaan dari bola jeruk kemudian berpindah dengan memakai bola yang terbuat dari ro’o kalo (daun pisang) keringyang dibungkus dengan memakai pelepah pusang (kapati kalo) kering juga. Ba (bola) kapati kalo tersebut dianyam dan di rakit seperti bola dan dibagian luarnya di anyam dengan tali ro’o laju (daun nipas).

Perkembangan demi perkembangan terus berjalan mengimbangi irama dan kemajuan jaman sehinnga dari bola ro’o kalo berpindah kebola yang terbuat dari balon.

Tidak lama kudian dari tahun ketahun bola yang dipakai oleh dou Rupe selalu berubah yaitu dari jeruk, daun pisang, balon kemudian berpidah lagi ke bola plastik dan dari bola plastik juga berubah ke bola karet yang diproduksi oleh pabrik dalan jangkauan tidak standar. Awal keluarnya bola tersebut masih diluar standar aturan permanan bola seperti sekarang ini.

b. Mpa’a Karakanci

Menurut pengertiannya mpa’a ini adalah;

50. Mpa’a artinya bermain

51. Karakanci artinya jingkah dan lompat kancil

Jadi mpa’a karakanci dalam bahasa dou Rupe adalah permainan yang mengikuti jingkah dan lompat kancil dalam menghindari bahaya sengatan binatang buas seperti buaya dan binatang buas lainnya.

Karakanci merupakan mpa’a rakyat yang sering dilakukan oleh pemuda dan gadis Desa Rupe pada malam hari saat bulan purnama atau umumnya pada saat terang bulan.

Mpa’a ini dibagi dalam dua kelompoksesuai jumlah/banyak orang yang bermain. Regu yang kalah undian sebagai regu penjaga pada saat permainan dimulai dan regu yang menag sebai pembawa/yang pemulai permainan dan begitu juga sebaliknya.

c. Mpa’a ncimbi kolo/kikolo

Pengertian ncimbi kolo

Ncimbi /ngepa artinya bersembunyi

Kolo artinya kolong

Jadi ncimbi kolo/ ngepa adalah permainan yang dilakukan oleh anak-anak pemuda/gadis dengan melakukan persembunyian dibawah kolong rumah, kolong pohon dan kolongnya. Kegiatan ini dilakukan pada malam hari bulan purnama atau umumnya pada saat terang bulan. Regu dibagi dua sesuai banyak orang, sedangkan yang menang akan bersembunyi dan sebagai pencari regu yang sembunyi adalah regu yang kalah undian.

Bagi regu pencari mengucapkan kata-kata “kiki kolo ti edamu nahu” begitu seterusnya sampai regu persembunyian dilihat oleh regu pencarai. Setelah dilihat maka regu pencari menyatakan “eda” begitu seterusnya sampai perpindahan/pergantian persembunyian. Apa bila regu pencari tidak mampu menemukan/melihat regu yang bersembunyi maka regu yang mencari didenda dengan satu kata “sajongo”. Sajongo merupakan satu poin kekalahan bagi regu pencari.

d. Mpa’a ba topa (kasti)

Mpa’a ba topa adalah mpa’a rakyat Rupe yang sangat popular dimainkan oleh anak-anak, pemuda dan gadis. Pembagian regu persis sama dengan tata cara yang dilakukan pada mpa’a ncimbi kolo yakni kedua regu dibagi sesuai banyak orang. Mpa’a ba topa dilakukan pada sore hari sekitar jam 16.30 wita, tetapi belum ada aturan yang baku, untuk perpindahan lawan yang menjaga kelawan yang bermain dilakukan dengan mematikan lawan saja.

e. Oro wele (bermain layang-layang)

Di mana-manadi seluruh Indonesia orang sangat mencintai olah raga ini, ini terbukti di daerah-daerah tertentu bermain laying sering di lombakan. Di Desa Rupe oro wele dilakukan pada saat panen padi yang dimainkan oleh anak-anak, pemuda bahkan orangtua sekalipun. Bentuk wele (laying-layang) ada bermacam-macam dan mempunyai nama tersendiri:

1. Wele mara

2. Wele kipa

3. Wele kaka’a

4. Wele dou

5. Dll.

Wele-wele yang terbuat itu dilepas ke angkasa bila ada angin kencang. Pada jaman dahulu wele dilepas dengan ai galendo (tali kafan), karena belum ada tasi (senar) seperti sekarang, kadang-kadang wele bias putus talinya kalau anginya terlalu kencang. Budaya oro wele masih dilakukan oleh dou Rupe sampai sekarang.

f. Mpa’a Koha

Merupakan mpa’a tradisional yang dimaonkan oleh anak-anak, pemuda dengan memakai tempurung kelapa atau koha ni’u. koha ni’u tersebut harus dibelah dua dan dikeluarkan bijinya, lalu tempurung dibangi bagian belakngnya.

Tahap-tahap mpa’a koha:

1. Sempa (menendang)

Sempa koha harus menggunakan tini (tumit) kearah koha (tempurung) yang sudah dipasang sesuai jumlah pemain, bila tendangan tidak mengena tempurung yang sudah dipasang, terjadi pergantian tendangan dalam hal ini pihak lawan yang mealkukan tendangan, tetapi jika tendangan kena, maka akan dilanjutkan dengan tahap kedua yakni gopa.

2. Gopa

Cara melakukan gopa yaitu dengan menjepit koha menggunakan kedua telapak kaki, lalu meloncat dengan mendekati koha yang dipasang kemudian dilepaskan. Jika sukses akan dilanjutkan dengan tahap ketiga yakni sambuda.

3. Sambuda (Menutup mata)

Sambil menutup mata, mendorong dan menendang koha dengan uung jari kaki. Bila sukses, maka akan di lanjutkan pada kegiatan ke empat yaitu mbodu.

4. Mbodu

Yaitu kegiatan yang terakhir, dengan cara pelaksanaannya harus membelakangi koha yang dipasang dengan posisi gaya kayang untuk melepaskan koha dengan menggnakan tangan kearah koha yang dipasang. Bila tahap terakhir ini berhasil, maka pemain mendapat poin satu yang disebut dengan “sabaha” jika menang lagi poin bertambah menjadi dua baha dan seterusnya. Sabaha adalah sebutan satu poin atas kemengan lawan, dan disebut pada mpa’a koha.

Apabila regu pembawa tidak sukses dalam melakukan atau menyelesaikan kegiatan tiap-tiap tahap, maka regu lawan menjadi pemain. Jika lawan mengimbangi dalam pengumpulan poin, istilah bahai dihapus sama-sama tidak memiliki poin.

g. Mpa’a Geo

Mpa’a geo merupakan salah satu mpa’a tradisional dou Rupe yang dilakukan pada musim panas. Sebagai penggemar mpa’a geo adalah anak-anak SD dan SLTP. Cara pembagian kelompok dalam mpa’a geo yakni dengan membagi dua kelompok secara merata berdasarkan jumlah personil yang ada. Kelompok atau regu yang menang undian menjadi pemain, sedangkan yang kalah undian sebagai penjaga. Alat yang digunakan dalam mpa’a geo adalah kayu yang berdiameter 1 ½ inci, ada ina geo dan ada pula ana geo. Ina geo adalah kayu yang berdiameter 1½ inci dengan panjang ± 40 cm, sedangkan ana geo ± 15 cm. adapun caramelakukan mpa’a geo terlebih dahulu menyiapkan obang sebagai tempat untuk meletakkan ana geo: dengan menggunakan tangan yang memegang ina geo maka dihempaskan (бenggu) ana geo kerah regu penjaga. Apabila ana geo yang sedang melayang bias ditangkap oleh regu penjaga, maka akan terjadi perpindahan pembawa yaitu regu pembawa punya giliran untuk sebagai penjaga.

h. Mpa’a Ponte Janga

Mpa’a ponte janga adalah jenis mpa’a yang suaranya menyerupai cara berkokok janga (ayam). Pelaksanaan mpa’a ini diawali dengan pembagian kelompok berdasarkan banyak personil yang mengikuti permainan. Kelompok yang telah dibagi melakukan kegiatan yang dinamakan ponte janga. Kegiatan dimulai dengan mebungkus (ponte) salah satu anggota kelompok sebagai janga (ayam) dengan memakai kain atau sarung yang bisa menutupi seluruh badan mulai dari kaki sampai kepala, dalam kegaitan ini anggota yang di ponte tidak boleh diketahui oleh pihak lawan begitu juga regu lawan. Kekuatan strategi yang yang dilakukan untuk mengelabui lawan sangat perlu, karena senjata utama tiap-tiap regu adalah merubah suara untuk menyerupai kokok ayam, cara jalan dalam bentuk menjongkok dan menunduk dan lain sebagainya. membungkus (ponte) hanya dilakukan oleh ketua regu.

Setelah dibungkus (ponte) masing-masing ketua kelompok mempertemukan atau mendekatkan janga (ayam) masing-masing, kemudian disuruh berkokok menyerupai/meniru suara ayam. Setelah disuruh berkokok masing-masing pemimpin regu/ketua kelompok menebak suaranyadan menyebutkan nama janga (ayam) kelompok lawan yang berkokok didepannya. Bila benar dalam menyebutkan nama janga (ayam) kelompok lawan maka dia tidak menadapat denda atau dalam permainan ini biasa disebut saponte, tetapi jika tidak benar, maka diberi denda dengan sebutan saponte (sebungkus). Ending dari pada permainan ponte janga yaitu apabila orang yang suara berkokoknya dapat ditebak oleh lawan, maka dia akan bergabung dengan kelompok yang mengenal suara tadi, sehingga akan menambah banyak anggota kelompok yang mengenal suara berkokok. Sedangkan kelompok yang kalah akan berkurang dan seterusnya sampai selesai.

BAB VI. LEGENDA (keajaiban alam)

A. Wadu la mi’a

Wadu : batu

La Mi’a : nama orang

Ada sebuah batu yang bernama la Mi’a berada di lokasi pantai Desa Rupe tepatnya di tanjung toronuntu ±100 m sebelah timur tanjung torornuntu. Jarak drai Desa Rupe ketempat tersebut ± 5 km. semula wadu la Mi’a mempunyai cerita, ada sepasang suami istri yang tinggal diwilayah Desa Rupe tepatnya di rasa To’i. pada suatu hari sang suami meminta izin pada istri agar diperbolehkan untuk pergi berlayar (lao loja) ke pulau sumba, tujuan sang suami lao loja adalah untuk mencari modal buat kehidupan mereka. Ketika sang suami berangkat dari rumah menunju kepantai tanjung toronuntudengan mengendarai seekor kuda jantan putih bergandengan dengan seorang istri tercinta la Mi’a menuju pantai dalam mengantarkan sang suami yang pergi berlayar (lao loja).

Setiba di pantai sang suami masuk kesebuah perahu layar dan siap untuk berangkat , semantara sang istri seorang diri ditingglakan di tepi pantai dengan berat hati yang diiringi rasa sedih yang tiada taranya sambil bercucurkan air mata dalam hati yang gundah melepas kepergian sang suami, sebaliknya sang suami yang berada di atas kapal melambaikan tangan sambil menatap istrinya yang duduk di atas sebuah batu dengan menutup kepala (rimpu) pakai kain batik yang berwarna bunga hijau dasar putih sambil memegang cerek berisi air di tangan kiri, sementara tangan kananya melambai-lambai dalam membalas lambaian tangan sang suami tercinta.

Sedikit demi sedikit telah berlayar menjauh dari pantai sampai batas pandangpun berakhir. Tangisan la Mi’a meraung-raung sambil duduk termenung seorang diri memikirkan nasib keberangkatan sang suami. Sore hari menjelang magribpulanglah la Mi’akerumahnya. Dalam waktu satu minggu la Mi’a selalu berada di pantai. Namun yang selalu diingat bahwa sebelum berangkat keduanya berjanji akan bertemu kembali dalam jangka waktu tiga bulan.

Buah pemikiran la Mi’a selalu mengingat akan perjanjian dengan sang suami tercinta yang membuat la Mi’a enggan meninggalkan pantai toronuntu, bahkan bulan perjanjian telah dilewati yang membuat pemikiran laMi’a kuat untuk selamanya berada dipantai. Sehingga akhir cerita la Mi’a dengan cerek yang berisi air dan sehelai batik yang menutup kepalanya berubah menjadi batu yang menjadi saksi hidup pada segala zaman. Batu tersebut diberi nama wadu la Mi’a.

B. Kopa la koka (telapak kaki mahluk raksasa)

Dalam ilmu geografi yang member gambaran tentang terjadinay lautan dan daratan berawal dari letusan atas adanya dua kekuatan yaitu kekuatan eksogen dan kekuatan endogen. Berkaitan dengan sejarah terbentuknya perairan dan daratan di Desa Rupe memiliki cerita, bahwa dari hasil injakkan telapak kaki mahluk raksasa yang bernama la Koka (penulis masih mencari data dan informasi yang valid tentang sejarah la Koka), pada suatu waktu pecahnya geografis wilaya desa Rupe menjadi perairan dan daratan dengan scenario ceritanya.

La Koka adalah mahluk raksasa yang memilki kekuatan injakan tealpak kaki yang amat dahsyat, sehingga terjadi getaran yang menyebabkan hancurnya daratan tersebut terbentuklah sebuah teluk yang diberi nama teluk waworada (konon ceritanya). Sebgai bukti sejarah bahwa kopa lakoka yang amat dahsyat itu tertapak di atas dua buah batu yaitu telapak kaki kanannya berada di pantai baba, sedangkan telapak kaki kirinya berada di pantai sebelah timur desa Rompo.

Menurut cerita bahwa mahluk raksasa yang bernama la Koka memiliki tubuh dengan tinggi badan ± 35 km, lebar posturnya ± 10 km panjang langkahnya ± 12 km dan beratbadanya ± 350.000.000 ton.