Sabtu, 17 Desember 2011

SEJARAH LOKAL

Salah satu bagian awal buku Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah karya Sartono Kartodirjo membahas perspektif sejarah. Ada dua hal yang esensial dalam perspektif sejarah, yaitu semua hal memiliki masa lampau dan masa kini merupakan kelanjutan dari masa lalu. Pandangan historis ini menegaskan bahwa semuanya memiliki masa lalu. Tidak hanya orang besar tetapi juga orang kecil. Tidak hanya “nasional” tetapi juga “lokal”. Pengunaan ilmu sosial dalam metodologi sejarah membawa konskuensi bagi ilmu sejarah. Sejarah yang pada mulanya bersifat deskriptif-naratif dan hanya berkutat pada proses atau prosesual menjadi deskriptif-analitis yang bersifat prosesual-struktural. Konsekuensi lainnya adalah bertambah luasnya kajian ilmu sejarah. Sekarang sejarah tidak hanya mengkaji perang atau politik tetapi berbagai aspek lain dari kehidupan manusia. Dengan begitu sejarah tidak hanya berbicara mengenai yang” besar-besar” tetapi juga yang “kecil-kecil”. Perubahan aspek fungsional juga mempengaruhi aspek spasial dan temporal. Taufik Abdullah dalam buku Sejarah Lokal di Indonesia menjelaskan bahwa lokal sebagai aspek spasial sudah semestinya mendapatkan tempat dalam penulisan sejarah. Anakronisme historis dalam pelabelan “nasional” harus dikoreksi. Nasional dalam hal ini Indonesia sebagai negara, baru ada pada 17 Agustus 1945. Oleh karena itu tidaklah bijak mengatakan peristiwa yang terjadi di tanah Indonesia pada masa sebelum itu sebagai sejarah nasional. Begitu pula dengan penamaan sejarah “daerah” yang hanya terbatas pada batas-batas administratif. Wilayah spasial yang dibatasi secara administratif terbilang baru, kurang lebih ketika masa kolonialisme. Sebelumnya batas wilayah spasial lebih ke arah kultural. Oleh karena itu, munculah istilah sejarah lokal yang merupakan jalan tengah bagi pelabelan peristiwa di tingkat lokal. Dalam buku Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif, Taufik Abdullah mengungkapkan bahwa sejarah lokal dapat digolongkan kepada empat corak. Pertama, studi yang berfokus pada peristiwa khusus. Kedua, studi yang menekankan pada struktur. Ketiga, studi yang mengambil perkembangan aspek tertentu dalam waktu tertentu (tematis). Terakhir, studi yang menguraikan perkembangan daerah tertentu. Dalam menulis sejarah lokal menuntut pengunaan metodologis yang canggih. Seperti yang telah dikemukakan di awal, kajian terhadap struktur menjadi penting dalam menulis sejarah lokal. Sejarah sosial, itulah nama bagi penulisan sejarah yang struktural atau prosesual-struktural. Inilah kecanggihan metodologis yang relevan bagi penulisan sejarah lokal. Sejarah sosial tidak hanya menyoroti orang besar tetapi juga rakyat jelata. Alasannya, perhatian utama sejarah sosial bagaimana masyarakat bertahan, berhubungan, dan berusaha memecahkan masalah yang ada. Dengan begitu, sejarah sosial atau struktural, seperti yang diungkapkan Sartono Kartodirdjo, akan menghasilkan pengetahuan tentang pola, tendensi, dan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi. Manifestasinya, seperti analogi yang diberikan oleh H.J. Perkin dengan menganggap masyarakat sebagai organisme. Kajian bertumpu pada ekologi, anatomi, fisiologi, patologi, dan psikologi. Ekologi membahas mengenai lingkungan alamiah masyarakat. Bagaimanapun juga, perilaku manusia terkait dengan lingkungannya. Faset anatomi berbicara mengenai struktur masyarakat. Bagaimana stratifikasi dan diferensiasi yang terjadi di masyarakat. Bagaimana diseminasi penduduk, kondisi ekonomi dan beragam hal yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya, faset fisiologi membahas mengenai bagaimana struktur berjalan. Bagaimana politik, hukum, administrasi berjalan dalam masyarakat, oleh karena itu perlu kiranya mempertimbangkan hasil kajian dari ilmu sosial lain. Faset keempat yaitu patologi. Faset ini membicarakan masalah masyarakat dan jalan keluarnya. Patologi terkait dengan faset kelima, yaitu psikologi. Faset terakhir ini membicarakan nilai yang ada di masyarakat dalam menghadapi masalah yang ada. Pengetahuan tentang pemikiran, agama, dan tata nilai lainnya sangat penting untuk diketahui. Berdasarkan hal itulah masyarakat merespon masalah, entah itu menyelesaikannya atau menundanya. Dengan analogi tadi, pembahasan sejarah sosial di tingkat lokal tidak akan kehabisan bahasan. Semakin lokal, akan semakin jelas terlihat faset-faset tadi. Begitu juga dengan temporal yang terbatas atau terfokus, maka kajian akan makin jelas. Setiap keputusan selalu ada konsekuensinya, begitu pula keputusan spasial dan temporal. Konsekuensinya mulai dari pencarian sumber sampai pada penulisan. dan tentu saja penggunaan metodologi. “Orang tidak akan belajar sejarah kalau tidak ada gunanya” -Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah- Sejarah sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal itu terbukti dengan kenyataan karya tulis sejarah selalu saja ada. Ya, sejarah hasil rekonstruksi sejarawan merupakan bahan untuk dipelajari demi mencapai masa depan yang lebih baik. Sejarah lokal pun demikian, ada manfaat yang bisa diambil. Taufik Abdullah menyatakan bahwa penulisan sejarah akan memberikan wisdom, kearifan dalam menangkap fenomena sosial yang tak pernah berhenti. Tendensi, pola, dan kecenderungan peristiwa dapat diketahui untuk kemudian menjadi pondasi membangun masyarakat yang lebih baik. Mulai dari tingkat lokal hal ini bisa dilakukan. Mari belajar dari sejarah! Daftar Pustaka: Abdullah, Taufik (ed.).1985. Sejarah Lokal di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Abdullah, Taufik dan Abdurrachman Surjomihardjo.1985. Ilmu Sejarah dan Historiografi; Arah dan Perspektif.Jakarta: Gramedia. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kuntowijoyo.1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta.

Tidak ada komentar: