Di
antara berbagai gejala yang timbul dalam kehidupan organisasi adalah konflik,
suatu gejala yang merupakan “ Suratan
tangan “ dalam garis kehidupan organisasi. Dipelajari dari sisi dinamika
organisasi, konflik merupakan suatu kekuatan besar yang dapat mengembangkan
organisasi namun juga dapat memecah belah bahkan menghancurkan organisasi,
dalam konflik tersimpan “Asset” besar
yang mungkin untuk dimanfaatkan demi pertumbuhan dan perkembangan organisasi.
Konflik
dalam suatu organisasi adalah suatu yang tidak dapat kita hindarkan, malah
dalam batas-batas tertentu justru akan sangat bermanfaat bagi penciptaan
prilaku organisasi yang efektif. Agar organisasi tampil secara efektif, maka
individu-individu dan kelompok yang saling tergantung harus menciptakan hubungan
kerja melewati batas-batas organisasi, antar individu dan diantara kelompok.
Individu atau kelompok dapat bergantung satu sama lain untuk informasi,
pertolongan, dan tindakan yang terkoordinir. Saling ketergantungan ini dapat
memelihara kerja sama atau konflik.
keberadaan
konflik tidak perlu dipandang sebagai suatu masalah tetapi akan lebih
bermanfaat apabila dipandang sebagai suatu tantangan untuk dijawab secara
tepat. Berkeluh kesah terhadap sesuatu yang keberadaannya tidak dapat dihindari
adalah perbuatan yang merusak diri sendiri. Mempelajari secara seksama serta
menaggapinya secara positif tentunya merupakan perbuatan yang lebih bijaksana.
Dengan perkataan lain, tantangan yang dihadapi dalam kehidupan organisasi bukan
bagaimana menghilangkan atau menghindari timbulnya konflik, tetapi bagaimana
menanganinya secara baik.
Dalam
rangka mewujudkan maksud tersebut, pengetahuan tentang pengertian konflik,
fungsi serta dinamika konflik tersebut perlu dipahami sebab dengan demikian
memungkinkan pengembangan cara-cara menanganinya. Meningkatkan manajermen
konflik betul-betul menuntut upaya sadar yang taat asas, karena hal tersebut
mengandung proses perubahan baik persepsi, pengetahuan, sikap bahkan perilaku
yang berkepentingan.
Konflik
Konflik dalam pengertian yang
sangat luas dapat dikatakan sebagai segala macam bentuk hubungan antar
manusia yang bersifat berlawanan
(Antagonistik), ia dapat terlihat secara jelas dan dapat pula tersembunyi,
(Adam I, 1983 ; 169).
Defenisi konflik menurut Stefens
Robbin adalah suatu proses yang mulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak
lain telah mempengaruhi secara negative, atau akan segera mempengaruhi secra
negative sesuatu yang diperhatikan pihak pertama, ( 1996 ; 124 ) Sedangkan
menurut Gibson, Cs. Konflik dirumuskan kedalam @. Konflik fungsional adalah
sebuah konfrontasi diantara kelompok yang menambah keuntungan kinerja
organisasi, @ konflik Disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi
antar kelompok yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaian tujuan
organisasi.
Sebagai suatu batasan sederhana,
konflik pada hakekatnya menunjuk pada setiap ketegangan (Tension) yang dialami
seseorang apabila dia berpandangan bahwa kebutuhan atau keinginannya dihambat
atau dikecewakan atau tampaknya demikian. Ketegangan tersebut dapat timbul
karena orang tersebut mengalami atau menginginkan dua hal yang tidak (Klop)
satu sama lain. Hal seperti ini yang terjadi dalam diri orang yang bersangkutan
sendiri disebut Konflik Intra personal. Namun konflik juga dapat timbul akibat
terjadinya ketidaksesuaian kepentingan antara dua pihak atau lebih : inilah
yang dikenal dengan konflik Inter Personal.
Chung dan Magginson (1981
; 202) menguraikan konflik sebagai perjuangan antar kebutuhan, keinginan,
gagasan, kepentingan ataupun orang yang saling bertentangan. Dengan perkataan
yang lain konflik itu timbul karena ketidaksesuaian (Incongruency) dalam :
1.
Sasaran (Goals)
2.
Nilai (Values)
3.
Pikiran (Cognitions)
4.
Perasaan (Affect)
5.
Prilaku (Behavior)
Seorang pakar perilaku organisasi (Pondy ; 1967)
mengembangkan sebuah model tentang proses konflik yang disebutnya “Conflict
Episode” , ada lima
tahapan proses konflik yaitu :
1.
Latent conflict : Tahap dimana muncul factor-faktor
dalam situasi yang dapat menjadi kekuatan potensial guna mendorong konflik
2.
Perceived Conflict : Tahap pada waktu mana, satu pihak
memandang pihak lain seperti akan menghambat atau akan mengancam sasarannya.
3.
Felt Conflict : Tahap dimana konflik tersebut tidak
hanya dipandang atau dianggap ada, namun benar-benar dirasakan dan dikenali
keberadaannya
4.
Manifest Conflict : Tahap dimana kedua belah pihak
berperilaku yang mengundang tanggapan dari pihak lain
5.
Conflict Aftermath : Tahap sesudah konflik diatasi,
tetapi masih terdapat sisa-sisa ketegangan yang tertinggal pada pihak-pihak
yang bersangkutan, yang nantinya dapat menjadi dasar bagi “Latent Conflict”
pada episode berikutnya.
Kinerja Organisasi.
Secara teoritis pengertian kinerja selalu dikaitkan
dengan standart Musanef (1983 ; 49) Moenir (1983 ; 76), Hariman dan Hilgert
(1982 ;82) dari beberapa pendapat diatas, maka dapat diambil satu pengertian
bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan. Menurut Siagian (1988 ;145)
mengungkapkan bahwa mutu pekerjaan yang tinggi pada gilirannya akan melahirkan
penghargaan dan kemajuan, bukan saja dalam arti lebih menjamin eksistensi dan
pertumbuhan serta perkembangan organisasi, akan tetapi dalam pencapaian
tujuan-tujuan pribadi dari para anggota organisasi yang bersangkutan. Untuk
mengetahui kinerja pegawai diperlukan kegiatan-kegiatan khusus, seperti
dikemukakan oleh Heneman, Schab dan Fossum (1981 ; 82-84) bahwa secara umum,
pengukuran prestasi kerja mencakup dua kegiatan. Pertama : Identifikasi dimensi
kinerja yang mencakup semua unsure yang akan di evaluasi dlam pekerjaan
masing-masing karyawan dalam suatu organisasi. Kedua : Penetapan standart
kinerja.
Berdasarkan pernyataan Maurice, Cs (1985 ; 31)
sepintas dapat diketahui bahwa factor-faktor yang mempengaruhi kinerja personil
organisasi adalah factor Internal : Kemampuan dan kemauan kerja, dan factor
eksternal : Jenis pekerjaan, nasib, bantuan rekan kerja dan kepemimpinan.
lingkungan, prilaku manajemen desaign jabatan dan penilaian kinerja, umpan
balik dan administrasi pengupahan. Didalamnya mengandung potensi konflik yang
senanrtiasa terjadi dalam suatu organisasi.
Dinamika Konflik
Untuk dapat lebih memahami serta memanfaatkan keberadaan
konflik dalam organisasi diperlukan suatu cara pandang yang tepat. Pengalaman
nyata dalam kehidupan organisasi, tidak jarang menunjukan adanya kesalahan persepsi
terhadap konflik terutama justru dikalangan pimpinan organisasi. Untuk
memperoleh pandangan/persepsi yang tepat memang dituntut kedewasaan terutama
dalam hal pengendalian diri.
Pandangan tradisional mengungkapkan konflik sebagai
sesuatu yang jelek dan harus dihindari dengan cara apapun. Akibatnya adalah
timbul kecendrungan untuk menekan konflik tersebut dan menyembunyikannya dari
permukaan dengan perbuatan demikian, diharapkan konflik tersebut akan lenyap
dengan sendirinya. Lain halnya dengan pandangan perilaku, tentunya pandangan
yang lebih baru, yang memandang konflik sebagai suatu fenomena yang timbul
secara alamiah dan tidak dapat dihindari, ia bahkan inherent dalam setiap
system serta rtidak selalu jelek. Sebagaimana dikemukakan oleh Cosser (1956)
Konflik dapat bersifat fungsional bagi individu, kelompok maupun organisasi.
Fungsionalisasi konflik ini dapat dipelajari dari beberapa aspek berikut :
1.
Konflik “ menjernihkan udara atau melapangkan dada”
karena melalui konflik, orang membuka pintu untuk mengeluarkan segala uneg-uneg yang
selama ini mengganjal dihati.
2.
Dapat dibayangkan apabila didalam suatu system tidak
terjadi ketegangan (Konflik) sama sekali, maka system tersebut akan statis dan
orang mungkin sekali akan cepat bosan akibat status quo tersebut. Jadi
sebenarnya konflik pada tingkat yang optimal menjadi esensial bagi inofasi
karena dapat mendorong dan memelihara interaksi antar pribadi antar pribadi
serta tempat kerja dalam suasana yang sehat dan kreatif.
3.
Konflik antar kelompok, konflik antar dua kelompok atau
lebih mendorong kehesi intra kelompok apabila ada satu “musuh” bersama yang
harus dihadapi bersama-sama oleh anggota kelompok.
4.
Banyak peraturan, tata tertib, prosedur dan
perubahan-perubahan dari dimensi lain baik structural maupun proses dibuat
sebagai akibat timbulnya situasi konflik.
5.
Konflik dapat juga berlaku sebagai alat keseimbangan
kekeuasaan (Power Equelizer). Hal ini tampak jelas dalam negosiasi antara
manajemen dengan serikat pekerja.
Dalam
batas-batas tertentu, konflik dapat menimbulkan hal-hal yang bermanfaat dan
bersifat fungsionaal bagi individu, kelompok maupun organisasi. Tetapi konflik
yang berkembang secara berlebihan dan
tidk terkendali cenderung akan bertakibat destruktif dalam berbagai macam
perwujudannya dengan demikian tampaknya
ada suatu tingkat yang optimum dimana konflik menjadi suatu gejala yang berguna
dalam rngka menciptakan suasana yang sehat, kreatif dan produktif. Untuk
mencapai maksud tersebut maka konflik harus
“dimanajed”
Pemahaman
atas dinamika konflik akan sangat bermanfaat bagi anggota organisasi dan
organisasi itu sendiri. Dari konflik akan muncul serangkaian perilaku dan
tanggapan diantara pihak-pihak yang bersangkutan.
Konflik
dan Kinerja Organisasi.
Konflik mempunyai dampak positif atau negative
terhadap kenerja organisasi, tergantung pada sifat konflik dan bagaimana
konflik itu dikelola. Untuk setiap organisasi, tingkat optimal konflik yang
terjadi dapat dianggap sangat berguna :
Membantu menghasilkan kinerja yang positif. Disatu pihak ketika tingkat konflik
terlalu rendah, kinerjanya bisa buruk. Menciptakan inofasi dan perubahan adalah
sulit dan organisasi dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan
perubahan lingkungannya. Jika konflik tingkat rendah ini terus berlanjut, kelangsungasan
hidup organisasi dapat terancam. Dilain pihak jika tingkat konflik menjadi
terlalu tinggi, berakibat kekacauan yang dapat pula mengancam kelangsungan
hidup organisasi.
Dari berbagi sumber